*Soal Jawab
2*
Afwan mau
tanya. Bagmana hukumnya mengadakan lomba tahfidz untuk menjaring siswa baru
---
Jawab:
Hukum
perlombaan dan kompetisi tahfidz qur'an, hadits, atau musabaqoh tilawatil
qur'an dengan hadiah, dimana hadiah tersebut berasal dari pihak
ketiga(sponsor), atau dari salah satu peserta lomba, atau dari semua peserta
lomba, sebagian kalangan membolehkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud(No. 2574), At-Tirmidzi(No. 1700), dan Ibn Majah(No. 2878)
Dari Abu
Hurairah ra. dari Nabi shallallaahu alayhi wasallam beliau berkata :"Tidak
ada sabaq(hadiah dari kompetisi) kecuali pada _nashl_( perlombaan lempar
pisau), _khuf_(pacuan unta), dan _hâfir_(pacuan kuda)". (HR. Abu Dawud)
Ibnul
Qayyim : "Sebagian
ashhâb(ulama/pengikut) madzhab Malik, Ahmad, dan Syâfi'i melarang perbuatan
ini(perlombaan tahfidz qur'an atau yang sejenis, dengan hadiah). Dan
membolehkannya ashhâb Abu Hanifah, guru kami dan salah satu pendapat Syâfi'i
sebagaimana yang dituturkan Ibn Abdil barr. Perlombaan ini(Tahfidz, MTQ, dll)
lebih utama ketimbang lomba membuat jaring, bergulat, atau berenang. Maka siapa
saja yang membolehkan pemberian hadiah atas pemenang lomba ini(pacuan kuda,
dsb), maka hadiah atas lomba tahfidz,dll jelas lebih diperbolehkan lagi. (Al
Furûsiyyah, hal. 318)
Akan tetapi,
sebagian kalangan mengatakan, hal yang terlarang jika hadiah dari perlombaan
tersebut berasal dari iuran semua peserta maupun dari salah satu peserta.
Karena hal itu(pemberian hadiah dari iuran peserta lomba) dianggap sebagai
salah satu bentuk dari perjudian(القِمَار).
Jika kita
melihat definisi judi akan didapati bahwa judi ialah :
كل لعب يشترط فيه أن يأخذ الغالب من المغلوب شيئا
"Segala
permainan yang di syaratkan di dalamnya bahwa si pemenang(permainan) mengambil
sesuatu dari si kalah". (Rawwas Qol'ahji, Mu'jam Lughatil Fuqahâ, hal.
281).
Dari definisi
judi tersebut, terdapat 3 (tiga) kriteria pokok untuk aktivitas yang
dikategorikan judi;
pertama, ada taruhan (murâhanah) berupa harta (uang,
dsb.) dari pihak yang berjudi, bisa satu pihak, atau lebih. Yang dimaksud
“pihak” bisa jadi orang yang konkret (al syakhsh al haqîqi), atau suatu alat
(mesin judi) atau game (on line) yang dianggap mewakili orang yang
konkret.
Kedua, ada permainan (la’bun) yang fungsinya untuk menentukan siapa
yang menang dan siapa yang kalah. Misalnya dadu (an nard), catur, domino,
kartu, dsb. Disamakan dengan permainan, adalah segala macam perlombaan
(musâbaqah), seperti sepakbola, pacuan kuda, balapan lari, dsb.
Ketiga,
adanya pihak yang menang dan yang kalah, yakni pihak yang menang mengambil
harta dari pihak yang kalah. (Sulaiman Ahmad Al Malham, Al Qimâr : Haqîqatuhu wa Ahkâmuhu, hal. 74-75)
Maka dari itu,
iuran yang berasal dari peserta lomba tidak diperkenankan untuk dijadikan
sebagai hadiah bagi pemenang lomba. Karena hal itu sama artinya mempertaruhkan
harta dari masing masing peserta untuk kemudian harta tersebut di perebutkan
oleh para peserta lomba.
Adapun terkait
dengan pertanyaan, maka fakta nya ialah penyelenggara merupakan pihak
sekolah(yang hendak mempromosikan sekolahnya). Maka hendaknya mereka tidak
menjadikan hadiah bagi pemenang lomba tahfidz dari iuran peserta, melainkan
dari dana pribadi sekolah ataupun dari sponsor, demi selamat dari dua pendapat
tersebut(antara yang menghalalkan atau mengharamkan). Wallâhu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar