Sabtu, 23 Desember 2017

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN IKUT MERAYAKANNYA : SEBUAH MUSIBAH!
oleh : Al Faqir ilal Haq Muhammad Rivaldy Abdullah

Banyak pertanyaan masuk melalui whatsApp maupun Telegram mengenai hukum mengucapkan selamat natal(sekaligus) ikut merayakannya bagi seorang Muslim.

Sebetulnya telah banyak ulama dan para ustadz yang telah membahas hal ini dan kesemuanya sepakat bahwasanya ikut merayakan Natal bagi seorang Muslim adalah sebentuk kekufuran. Hukumnya haram secara mutlak; baik itu sekedar menghadiri saja, apalagi ikut masuk ke gereja dan melakukan
aktivitas ibadah seperti orang orang kafir itu lakukan di sana.

Allaah Ta’ala berfirman :

وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan az-zuur(kemaksiatan), dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan [25]: 72)

Imam Mutawalli As-Sya’rawi(ulama kharismatik Al Azhar Mesir), menafsirkan :

أي: لا يحضرون الباطل في أيّ لون من ألوانه قولاً أو فعلا ً أو إقراراً، وكل ما خالف الحق.

“(Maksud dari kalimat –orang orang yang tidak menyaksikan az-zuur-) yakni : Orang orang yang tidak menyaksikan kebathilan, dalam segala rupanya. Baik berupa ucapan atau tindakan atau ketetapan. (Dan juga tidak menghadiri) segala hal yang menyelisihi al-Haq”. (As-Sya’rawi, Kitab Tafsir As-Sya’rawi, Juz 17/pembahasan Surah Al Furqan)

Imam Mujahid, dalam menafsirkan ayat tersebut menyatakan, “Az-Zuur (kemaksiatan) itu adalah hari raya kaum Musyrik. Begitu juga pendapat yang sama dikemukakan oleh ar-Rabi’ bin Anas, al-Qadhi Abu Ya’la dan ad-Dhahak.” (Ibn Taimiyyah, Kitab Iqtidha’ as-Shirath al-Mustaqim, Juz I/537)

Menyaksikan saja sudah terlarang, apalagi ikut menghadiri dan merayakannya.
Dan dari penjelasan Imam As-Sya’rawi di atas, tentu kita bisa menyimpulkan bahwa mengenakan atribut, pernak pernik serta pakaian hari raya agama lain adalah terlarang. Hal itu sama dengan persetujuan dengan kebathilan mereka.

Dalam hadits penuturan Anas :

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ

“Ketika Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. Ahmad 3/178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim).

Ibnu Hajar lantas mengatakan, “Bisa disimpulkan dari hadits tersebut larangan merasa gembira saat hari raya orang musyrik dan larangan menyerupai orang musyrik ketika itu. Bahkan Syaikh Abu Hafsh Al Kabir An Nasafi, seorang ulama mazhab Hanafi sampai berlebih-lebihan dalam masalah ini dengan mengatakan, ‘Siapa yang menghadiahkan sebutir telur kepada orang musyrik pada hari itu karena mengagungkan hari tersebut maka dia telah kafir kepada Allah” (Ibn Hajar Al Asqalani, Kitab Fathul Bari, 2/ 442).

Imam As-Suyuthi As-Syafi’I berkata :

واعلم أنه لم يكن على عهد السلف السابقين من المسلمين من يشاركهم في شيء من ذلك. فالمؤمن حقاً هو السالك طريق السلف الصالحين المقتفي لآثار نبيه سيد المرسلين

”Dan ketahuilah bahwa tidak pernah ada seorang pun pada masa generasi salaf terdahulu dari kaum muslimin yang ikut serta dalam hal apa pun dari perayaan mereka, maka seorang mukmin yang benar (imannya) adalah seseorang yang menempuh jalan salafussholih yang mengikuti jejak sunnah Nabi-Nya, penghulu para Rasul (Muhammad shallallahu ’alayhi wa sallam-).” (As-Suyuthi, Kitab Haqiqat As-Sunnah wal-Bid’ah, hal. 125)

Adapun mengenai hukum mengucapkan selamat natal, semua ulama juga sepakat akan keharamannya. Kecuali segelintir ulama “zaman now” memasukkan perbuatan itu ke dalam perkara muammalah/urusan keduniaan (bukan akidah atau ibadah). Sehingga hukumnya –menurut mereka- adalah boleh boleh saja bagi seorang muslim mengucapkan selamat natal. Bahkan ada ulama Indonesia yang dengan seenaknya mengatakan, bahwa ucapan selamat Natal itu ada di dalam AlQur’an. Yakhrab baytuh!

Padahal Natal bukanlah hari kelahiran Yesus, sebagaimana dituturkan orang orang Kristen sendiri. Dalam Ensiklopedi Katolik, dengan judul : Christmas, akan ditemukan kalimat yang berbunyi sebagai berikut :

”Christmas was not among the earliest festivals of Church...the first evidence of the feast is from Egypt. Pagan customs centering around the January calends gravitated to Christmas”.
“Natal bukanlah upacara Gereja yang pertama….melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus” [selesai]. (Catholic Encyclopedia, Ed. 1911)

Karena itu sebetulnya ucapan selamat ini untuk siapa dan dalam rangka apa?!

Ulama ulama salaf dari empat madzhab pun –semoga Allaah senantiasa merahmati mereka yang senantiasa berada di jalan yang lurus- juga telah banyak memfatwakan haramnya mengucapkan selamat/ tahni’ah terkait dengan perayaan agama lain.

Dalam madzhab Syafi’I misalnya. Imam Al Khatib As Syarbini memfatwakan agar orang yang mengucapkan selamat kepada perayaan agama lain untuk di ta’zir/dihukum sebagai tindakan kriminal. (As- Syarbini, Kitab Mughni al-Muhtaj, 4/255)

Ibnu Hajar Al-Haitami As-Syafi’I berkata :

ثُمَّ رَأَيْت بَعْضَ أَئِمَّتِنَا الْمُتَأَخِّرِينَ ذَكَرَ ما يُوَافِقُ ما ذَكَرْتُهُ فقال وَمِنْ أَقْبَحِ الْبِدَعِ مُوَافَقَةُ الْمُسْلِمِينَ النَّصَارَى في أَعْيَادِهِمْ بِالتَّشَبُّهِ بِأَكْلِهِمْ وَالْهَدِيَّةِ لهم وَقَبُولِ هَدِيَّتِهِمْ فيه وَأَكْثَرُ الناس اعْتِنَاءً بِذَلِكَ الْمِصْرِيُّونَ وقد قال صلى اللَّهُ عليه وسلم من تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ منهم بَلْ قال ابن الْحَاجِّ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَبِيعَ نَصْرَانِيًّا شيئا من مَصْلَحَةِ عِيدِهِ لَا لَحْمًا وَلَا أُدْمًا وَلَا ثَوْبًا، وَلَا يُعَارُونَ شيئا وَلَوْ دَابَّةً إذْ هو مُعَاوَنَةٌ لهم على كُفْرِهِمْ، وَعَلَى وُلَاةِ الْأَمْرِ مَنْعُ الْمُسْلِمِينَ من ذلك

"Kemudian aku melihat sebagian imam-imam kami dari kalangan mutakhirin (belakangan) telah menyebutkan apa yang sesuai dengan apa yang telah aku sebutkan. Ia berkata : "Dan diantara bid'ah yang paling buruk adalah kaum muslimin menyepakati kaum nashrani dalam perayaan-perayaan mereka, yaitu dengan meniru-niru mereka dengan memakan makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, menerima hadiah dari mereka. Dan orang yang paling memberi perhatian akan hal ini adalah orang-orang Mesir. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "Barang siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dari mereka"
Bahkan Ibnul Haaj telah berkata, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual bagi seorang nashrani apapun juga yang berkaitan dengan kemaslahatan perayaan mereka, baik daging, sayur, maupun baju. Dan tidak boleh kaum muslimin meminjamkan sesuatupun juga kepada mereka meskipun hanya meminjamkan hewan tunggangan karena ini adalah bentuk membantu mereka dalam kekafiran mereka. Dan wajib bagi pemerintah untuk melarang kaum muslimin dari hal tersebut" (Al-Haitami, Kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro, 4/238)

Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyyah –dari madzhab Hanbali- berkata :

“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.” (Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Kitab Ahkaam Ahlidz Dzimmah, 1/441)

Dalam kitab Al-Iqnaa' fi Fiqh al Imam Ahmad Ibn Hanbal, Imam Abu An-Naja Al Maqdisi berpendapat :

ويحرم شهود عيد اليهود والنصارى وبيعه لهم فيه ومهاداتهم لعيدهم ويحرم بيعهم ما يعملونه كنيسة أو تمثالا ونحوه وكل ما فيه تخصيص كعيدهم وتمييز لهم وهو من التشبه بهم والتشبه بهم منهي عنه إجماعا وتجب عقوبة فاعله

"Dan haram menyaksikan perayaan yahudi dan kaum nasrani, dan haram menjual kepada mereka dalam perayaan tersebut serta haram memberi hadiah kepada mereka karena hari raya mereka. Haram menjual kepada mereka apa yang mereka gunakan (dalam acara mereka) untuk membuat gereja atau patung dan yang semisalnya (seperti untuk buat salib dll-pen). Dan haram seluruh perkara yang yang menunjukkan pengkhususan mereka seperti perayaan mereka, dan seluruh perkara yang menunjukkan pembedaan bagi mereka, dan ini termasuk bentuk tasyabbuh (meniru-niru) mereka, dan bertasyabbuh dengan mereka diharamkan berdasarkan ijmak (kesepakatan/konsus) para ulama. Dan wajib memberi hukuman kepada orang yang melakukan hal ini" (Al Maqdisi, Kitab Al-Iqnaa', 2/49)

Dari madzhab Hanafi :

قَالَ - رَحِمَهُ اللَّهُ - (وَالْإِعْطَاءُ بِاسْمِ النَّيْرُوزِ وَالْمِهْرَجَانِ لَا يَجُوزُ) أَيْ الْهَدَايَا بِاسْمِ هَذَيْنِ الْيَوْمَيْنِ حَرَامٌ بَلْ كُفْرٌ وَقَالَ أَبُو حَفْصٍ الْكَبِيرُ - رَحِمَهُ اللَّهُ - لَوْ أَنَّ رَجُلًا عَبَدَ اللَّهَ تَعَالَى خَمْسِينَ سَنَةً ثُمَّ جَاءَ يَوْمُ النَّيْرُوزِ وَأَهْدَى إلَى بَعْضِ الْمُشْرِكِينَ بَيْضَةً يُرِيدُ تَعْظِيمَ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَقَدْ كَفَرَ وَحَبَطَ عَمَلُهُ وَقَالَ صَاحِبُ الْجَامِعِ الْأَصْغَرِ إذَا أَهْدَى يَوْمَ النَّيْرُوزِ إلَى مُسْلِمٍ آخَرَ وَلَمْ يُرِدْ بِهِ تَعْظِيمَ الْيَوْمِ وَلَكِنْ عَلَى مَا اعْتَادَهُ بَعْضُ النَّاسِ لَا يَكْفُرُ وَلَكِنْ يَنْبَغِي لَهُ أَنْ لَا يَفْعَلَ ذَلِكَ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ خَاصَّةً وَيَفْعَلُهُ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ لِكَيْ لَا يَكُونَ تَشْبِيهًا بِأُولَئِكَ الْقَوْمِ، وَقَدْ قَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»

Beliau (Abul Barokaat An-Nasafi Al-Hanafi) berkata : "Dan memberikan hadiah dengan nama hari raya Nairus dan Mihrojaan tidak diperbolehkan". Yaitu memberikan hadiah-hadiah dengan nama kedua hari raya ini adalah haram bahkan kekufuran. Berkata Abu Hafsh Al-Kabiir rahimahullah : "Kalau seandainya seseorang menyembah Allah Ta'aalaa selama 50 tahun kemudian tiba hari perayaan Nairuuz dan ia memberi hadiah sebutir telur kepada sebagian kaum musyrikin, karena ia ingin mengagungkan hari tersebut maka ia telah kafir dan telah gugur amalannya". Penulis kitab Al-Jaami' As-Ashghor berkata : "Jika pada hari raya Nairuz ia memberikan hadiah kepada muslim yang lain, dan dia tidak ingin mengagungkan hari tersebut akan tetapi hanya mengikuti kebiasaan/tradisi sebagian masyarakat maka ia tidaklah kafir, akan tetapi hendaknya ia tidak melakukannya pada hari tersebut secara khusus, namun ia melakukannya sebelum atau sesudah hari tersebut agar tidak merupakan tasyabbuh dengan mereka. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda ((Barang siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dari mereka)). (Ibn Nujaim Al Mishri, Kitab Al-Bahr Ar-Raa’iq Syarh Kanzul Daqaa’iq, 8/555)

Dari madzhab Maliki, Imam Ibnul Haaj Al Maliki berfatwa :

وَبَقِيَ الْكَلَامُ عَلَى الْمَوَاسِمِ الَّتِي اعْتَادَهَا أَكْثَرُهُمْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ أَنَّهَا مَوَاسِمُ مُخْتَصَّةٌ بِأَهْلِ الْكِتَابِ فَتَشَبَّهَ بَعْضُ أَهْلِ الْوَقْتِ بِهِمْ فِيهَا وَشَارَكُوهُمْ فِي تَعْظِيمِهَا يَا لَيْتَ ذَلِكَ لَوْ كَانَ فِي الْعَامَّةِ خُصُوصًا وَلَكِنَّك تَرَى بَعْضَ مَنْ يَنْتَسِبُ إلَى الْعِلْمِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ... بَلْ زَادَ بَعْضُهُمْ أَنَّهُمْ يُهَادُونَ بَعْضَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِي مَوَاسِمِهِمْ وَيُرْسِلُونَ إلَيْهِمْ مَا يَحْتَاجُونَهُ لِمَوَاسِمِهِمْ فَيَسْتَعِينُونَ بِذَلِكَ عَلَى زِيَادَةِ كُفْرِهِمْ

Tersisa pembicaraan tentang musim-musim (hari-hari raya) yang biasa dilakukan oleh kebanyakan mereka padahal mereka mengetahui bahwasanya hari-hari raya tersebut adalah khusus hari raya ahul kitab. Maka sebagian orang zaman ini bertasyabbuh dengan mereka (ahlul kitab), menyertai mereka dalam mengagungkan hari-hari raya tersebut. Duhai seandainya tasyabbuh tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang muslim awam, akan tetapi engkau melihat sebagian orang yang berafiliasi kepada ilmu juga melakukan hal tersebut. Bahkan sebagian mereka lebih parah lagi hingga mereka memberikan hadiah kepada sebagian ahlul kitab pada hari-hari raya mereka, mengirimkan untuk mereka apa yang mereka butuhkan dalam perayaan mereka, sehingga dengan hal ini para ahlul kitab terbantukan untuk lebih terjerumus dalam kekafiran. (Ibnul Haaj, Kitab Al-Madkhal, 2/46-48)

Kesemua ulama itu dengan jelas dan tegas melarang mengucapkan selamat dan ikut berbahagia dengan perayaan agama lain. Apakah ulama ulama itu bodoh? Tentu tidak. Apakah ulama ulama itu ilmunya tidak bersanad? Tentu tidak.

Yang jelas, ulama ulama itu tidak berfatwa dengan harapan agar mereka dianggap toleran, lembut, dan bijak. Mereka tidak berfatwa UNTUK MENCARI MUKA DAN AGAR TIDAK DISEBUT EKSTREMIS/RADIKAL. Semoga Allaah menjaga mereka, yang telah berusaha menjaga Dien ini yang mulia.

Apakah orang orang yang memfatwakan bolehnya ucapan selamat, adalah orang orang yang cari muka dan ingin disebut arif bijaksana?Kami tidak mengatakan demikian.

Yang jelas, alasan orang orang itu membolehkan ucapan selamat natal karena hal ini bagian dari mujaamalah(basa basi) dan cara untuk merangkul mereka dengan Islam yang Toleran.
Kami ingin katakan bahwa mereka –orang orang kafir- tatkala mereka mati dengan kekafiran mereka, mereka akan dipanggang dalam neraka jahannam selamanya. Entah itu bisa jadi diantara mereka adalah saudara kita, teman kita, atau tetangga tetangga kita. Na’udzubillaahi min dzalik.

Sekarang kami bertanya : Tegakah kita membiarkan mereka kelak dipanggang di dalam Neraka Jahannam dan kekal didalamnya? Tegakah kita melihat mereka tersiksa –dengan siksaan yang amat dahsyat- di dalam neraka dan hal itu tiada berujung?! Tentu kita tidak boleh sedikitpun tega.

Bahkan, kalau lah boleh kami MEMAKSA MEREKA DENGAN PEDANG agar mereka masuk ke dalam Dien Islam, tentu akan kami lakukan. Mengingat nasib mereka yang menyedihkan kelak di akhirat. Tidakkah kita iba dengan nasib mereka kelak di Akhirat?!Kasihanilah mereka, wahai saudaraku seiman.

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

”Siapa saja yang mencari selain Islam sebagai agama, sekali-kali tidak akan pernah diterima (agama tersebut) darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran [3]: 85)

Karena itulah, ucapan selamat dan dukungan atas perayaan hari raya agama lain adalah tindakan yang amat bodoh lagi jahat. Tindakan itu akan membuat orang orang kafir itu berpikir, bahwasanya apa yang mereka lakukan adalah perkara yang sah sah saja dan tidak akan membawa musibah. Padahal justeru sebaliknya. Apa yang mereka perbuat itu akan menjadi musibah bagi mereka dunia dan akhirat!

Khalifah Umar Ibnul Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berucap :

إِيَّاكُمْ وَرِطَانَةَ الأَعاَجِمِ، وَأَنْ تَدْخُلُوْا عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ يَوْمَ عِيْدِهِمْ فِيْ كَنَائِسِهِمْ فَإِنَّ السُّخْطَةَ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِم

“Tinggalkanlah bahasa kaum ajam (non-Arab). Janganlah kalian memasuki (perkumpulan) kaum Musyrik dalam hari raya mereka di gereja-gereja mereka. Karena murka Allah akan diturunkan kepada mereka.” (HR. Al-Baihaqi)

Khalifah Umar Ibnul Khattab bahkan melarang orang orang kafir dzimmi(yang berada dibawah pemerintahan Islam), untuk menampakkan syiar syiar hari raya mereka. Tidak boleh ada pernak pernik hari raya mereka di tengah tengah kaum Muslimin. (As-Suyuthi, Kitab Haqiqat As-Sunnah wal-Bid’ah, hal. 125)

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (٨٨)لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (٨٩)تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (٩٠)أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (٩١)وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (٩٢)

Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang SANGAT MUNGKAR(JELEK). Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menyerukan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak, dan tidak layak bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. (QS Maryam : 88-92).

Perhatikan lah urusan ini, saudaraku.. Demi Allaah ini bukan urusan yang sepele.Wallaahul musta’aan.
lisanulama.blogspot.com II www.facebook.com/MuhammadRivaldyAbdullah

1 komentar:

 Sholat Jum'at bagi Perempuan   Soal Jawab Grup WA Ngaji FIQH Assalaamu'alaikum...ustadz..mhn penjelasan trkait ikut sholat jumat...