Minggu, 12 Maret 2017

📮SOAL JAWAB 16📮


🌱Assalamu'alaikum ust, sya msih blm paham betul ttg bid'ah..?

Yg sya pahami ada dua pndpt utk dlm mmahami hadits و كل بدعة ضلالة
1. Dipahami scara tekstual hadits, krna ada hadits Rasul yglain mngatakan "smua ummatku msuk surga,kecuali yg enggan" disini ada pngecualian sdg yg di hadits bid'ah tdk ada. Dipahami smua yg bid'ah di neraka

2. Ada prkataan umar, yg brhbungn dgn sholat trawih, ni'matil bad'atu haadzih, dan smp skrg sholat trawih msih diabadikan kaum muslimin. Lalu ada pnjlasan imam syafii ttg bid'ah hasanah dan bid'ah dholalah. Sbtas yg sya tau kalau bid'ah itu ssuatu yg baru dlm hal ibadah, yg dikhususkan wktunya.
Nah bgaimana dgn fenomena yg trjadi skrg2 ini ustdz, sprti dzikir brsama yg dkeraskan suaranya -itu kan waktunya ttp ustdz-, dan sahabat tdk melakukan itu ustdz? Kalau sholat trawih -umar- disepakati ulama... Bgaimana itu ust??


---
🍀 Jawab 🍀:

Sebagaimana diketahui bahwa pembahasan seputar Bid'ah, merupakan bahasan populer di kalangan ummat Islam akhir-akhir ini. Dalam hal ini, sikap kita mesti lah bijak. Kita harus mengetahui bahwa perkara ini adalah perkara khilafiyyah-dzanniyyah, mengingat para ulama -yang amat kredibel/mu'tabar- banyak mengomentari hal ini, dan tak dapat dipungkiri bahwa akhirnya mereka terbagi ke dalam dua kubu. Kubu pertama, memutlakkan bahwa semua bid'ah itu sesat. Sedangkan yang kedua mengklasifikasikannya. Tidak memutlakkan semua bid'ah itu sesat, tapi membaginya ke dalam beberapa bagian.

Bid'ah sendiri, menurut bahasa(لغة):
بَدَعَ : بَدَعَ الشَّيْءَ يَبْدَعُهُ بَدْعًا

Bada'a : Memulai sesuatu


Ibtada'ahu : Membangun dari dasar dan mengawalinya

Dan secara istilah :

البِدْعَةُ : الحَدَثُ وَمَا ابْتُدِعَ مِنَ الدِّيْنِ بَعْدَ الإِكْمَالِ

Bid'ah : Perkara baru, yang di adakan dalam perkara agama setelah Dien ini telah jelas dan sempurna.

Menurut Ibn As-Sikit : Bid'ah adalah Segala perkara yang baru.

Menurut Ibnul Atsir, bid'ah itu terbagi ke dalam dua bagian. Bid'ah Huda (Bid'ah yang sesuai petunjuk syari'at), dan Bid'ah Dholâl (Bid'ah yang sesat). Maka apa saja dari perbuatan bid'ah yang menyelisihi syari'at Allaah dan Rasul-Nya, maka hal itu termasuk ke dalam perkara yang dicela dan diingkari. Dan apa yang berada pada naungan keumuman dari dalil dalil sunnah, maka itu termasuk perkara yang dipuji. (Ibn Mandzûr, Lisânul 'Arab, Jilid 2/Hal. 37)

Para Ulama terbagi ke dalam dua bagian :

[1]. Berpegang pada pendapat Sulthânul 'Ulamâ'(Pemimpin para Ulama), Al 'Izz Ibn Abdissalâm rahimahullâh yang memaparkan pendapat bahwa apa saja yang tidak pernah dikerjakan Nabi shallallâhu 'alayhi wasallam adalah bid'ah. Namun, ia membagi bid'ah ke dalam beberapa hukum : 

1). Bid'ah yang Wajib(contoh belajar Nahwu untuk memahami AlQur'an,dll.) 
2). Bid'ah yang Haram, 
3). Bid'ah yang Sunnah, 
4). Bid'ah yang Makruh, 
5). Bid'ah yang Mubah. 

Maka jalan untuk mengetahuinya ialah dengan menyesuaikan bid'ah-bid'ah ini dengan kaidah syara'.  Jika masuk dalam kaidah yang wajib, maka ia menjadi bid'ah wajib. Dan jika masuk dalam kaidah yang haram, maka ia bid'ah yang haram..dan seterusnya. (Al 'Izz Ibn Abdissalâm, Qowâ'id Al-Ahkâm fi Mashâlih Al-Anâm , Juz 2/ Hal. 204)

Pendapat ini juga diambil oleh Imam Nawawi rahimahullâh, ia berkata : "Dan segala perkara yang belum pernah ada di zaman beliau shallallâhu 'alayhi wasallam adalah bid'ah. Akan tetapi dari perbuatan bid'ah tersebut : Ada yang baik (bid'ah hasanah), dan ada dari bid'ah tersebut yang menyelisihi perkara sunnah(bid'ah dholâlah)." (Ibn Hajar Al Asqalani, Fathul Bâriy , Juz 2/ Hal. 394).

Kalangan yang berpandangan seperti ini ialah Al-Imâm As-Syâfi'i, Abu Syâmah, Al-Ghozali, As-Suyuthi. Dari Madzhab Maliki : Al-Qarâfi, Az-Zarqâni. Dari Madzhab Hanafi : Ibn Abidin. Dari Madzhab Hanbali : Ibnul Jawzy. Dan Imam Ibn Hazm. (Al-Mawsû'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 8/21)

[2]. Berpegang pada pendapat bahwa bid'ah, semuanya sesat dan tercela. Baik dalam perkara Ibadah maupun Adat. Tidak pula ada istilah bid'ah wajib, bid'ah sunnah, bid'ah mubah, bid'ah makruh, dan bid'ah haram. Pendapat ini diambil diantaranya oleh Imam Malik, Imam As-Syatibhi, At-Thartawusi. Dari Madzhab Hanafi : Imam As-Syamunni, Imam Al 'Aini. Dari Madzhab Syafi'i : Al Bayhaqi, Ibn Hajar Al Asqalani, Ibn Hajar Al Haytami. Dari Madzhab Hanbali : Imam Ibn Rajab Al Hanbali, Ibn Taimiyah(Al Mawsû'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 8/23)

Imam Ibn Rajab berkata : "Dan maksud dari Bid'ah : Perkara apa saja yang diadakan(dalam urusan agama ini), yang tidak terdapat asal hukum dalam syari'at yang menunjukkan kebolehan perbuatan itu. Dan adapun perbuatan yang memiliki asal hukum dari syari'at, dan menunjukkan akan kebolehan perbuatan tersebut maka hal itu bukan bid'ah. Akan tetapi (kita katakan) itu adalah bid'ah menurut bahasa saja." (Ibn Rajab Al Hanbali, Jâmi' Al-'Ulûm wa Al-Hikam, Hal. 500)

DR. Ali Jum'ah (Mantan Mufti Mesir) mengatakan : Setiap kalangan dari dua poros ini yang dapat kita pahami, akhirnya bertemu pada satu titik yakni sepakatnya mereka dengan pendapat bahwa bid'ah yang dicela adalah bid'ah yang tidak memiliki asal pendapat dalam syari'at, yang menunjukkan akan perbuatan itu. Dan inilah yang dimaksud dalam hadits Nabi saw :

((كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ))

"Segala bid'ah adalah sesat". (HR. Muslim, dan Ahmad). (DR. Ali Jum'ah, Al Bayân limâ Yasyghalu Al Adzhân, Jilid 1/ Hal. 243-244)

Dalil orang-orang yang membagi bid'ah menjadi dua (hasanah dan sayyi-ah) serta lima (bid'ah wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram) ialah :

(1). Ucapan 'Umar ra. dalam pelaksanaan sholat tarowih, yang dilakukan secara berjamaah di Masjid sebulan penuh di bulan Ramadhan. Dari Abdurrahman Ibn Abdil Qari bahwa ia berkata : "Aku keluar bersama 'Umar ra. pada malam di bulan Ramadhan untuk pergi ke Masjid. Maka kami melihat orang-orang menyebar terpisah-pisah. Ada seorang laki-laki sholat menyendiri. Dan ada juga yang berkumpul. Maka berkata 'Umar : "Aku berpandangan seandainya mereka aku kumpulkan dalan satu jamaah dan di imami oleh seorang ahli qur'an maka akan lebih sempurna. Kemudian ia bertekad seperti itu. Hingga akhirnya ia mengumpulkan orang-orang(agar sholat secara berjamaah), dengan Imam Ubay Ibn Ka'ab. Di malam berikutnya aku keluar bersama Umar, dan orang-orang sholat berjamaah(tarowih) di masjid dengan diimami ahli qur'an. Berkatalah 'Umar ra. :

((نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ))

"Sebaik-baik bid'ah adalah hal ini". (HR. Bukhari)

Diriwayatkan bahwa Ubay ibn Ka'ab berkata kepada 'Umar, "Ini tidak pernah ada di zaman Nabi saw". Maka 'Umar menjawab, "Ya, Aku tahu. Akan tetapi hal ini adalah sesuatu yang baik."( Jâmi' Al-'Ulûm wal-Hikam, hal. 501)

Pendapat ini disanggah oleh Ibn Rajab Al-Hanbali : "Perbuatan ini memang tidak pernah ada di zaman Nabi dengan bentuk demikian, akan tetapi hal itu tercakup ke dalam dalil-dalil syara' yang dapat dirujuk kepadanya. Di antaranya : bahwasanya Nabi saw. mendorong ummatnya untuk melakukan Qiyâm Ramadhan, dan bersemangat di dalamnya. Dan orang-orang di zaman Nabi saw melaksanakan sholat di Masjid baik berjamaah maupun sendiri-sendiri. Dan Nabi saw. sholat bersama para sahabatnya pada bulan Ramadhan di malam yang lain. Kemudian Nabi saw. melarang hal itu karena khawatir sholat pada malam Ramadhan akan diwajibkan dan Ummatnya akan merasa lemah dalam menunaikannya.(HR. Bukhari, 4/251).

(2). Penyebutan Ibn 'Umar atas pelaksanaan sholat dluha berjamaah di masjid sebagai bid'ah, padahal hal itu merupakan amal yang baik. Diriwayatkan dari Mujahid ia berkata : "Aku masuk ke dalam Masjid bersama 'Urwah Ibn Zubair, dan Ibn 'Umar duduk disamping kamar 'Aisyah r.anha. Ketika orang-orang berdiri melaksanakan sholat dluha berjamaah , kami bertanya pada Ibn 'Umar tentang hal ini. Ia berkata : "bid'ah". (HR. Bukhari 2/630, Muslim 2/917).

(3). Hadits yang diriwayatkan secara marfu' :

 مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ القِيَامَة 

"Barangsiapa yang memulai perkara baru yang baik, maka ia akan diberi pahala perbuatan tersebut serta orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu hingga hari kiamat. Dan barangsiapa yang memulai perkara baru yang jelek, maka hal itu dicatat sebagai dosa, dan ia baginya dosa orang-orang yang mengikuti perbuatan jeleknya hingga hari kiamat." (HR. Muslim 2/705).

Maka, bagi kita kaum awam yang memandang dua poros pendapat para 'ulama ini, adalah meninggalkan bid'ah yang memang telah disepakati para 'ulama, yakni bid'ah madzmumah(tercela) yang tidak ada landasan sama sekali di dalam syari'at (seperti mengikuti paham madzhab Qodariyyah, Jabariyyah, Murji'ah, Khowarij). Atau misalkan merayakan hari karbala dan sholat sya'ban. Maka semua itu tidak ada landasannya dan mesti ditinggalkan.

Adapun bid'ah, yang masih diperselisihkan para 'ulama seperti Maulid, atau Mushofahah dan dzikir bersama setelah sholat, maka kita dalam hal ini harus saling menghormati dan tidak saling mencela. Bisa jadi perbuatan-perbuatan ini -oleh sementara kalangan- dianggap bid'ah dholalah; tapi oleh kalangan lain bisa jadi semua perbuatan itu dianggap bid'ah hasanah. Bahkan juga dapat saja dianggap bid'ah, tapi diterima karena bid'ah itu adalah bid'ah secara bahasa, dan bukan secara syar'i.

Dalam hal ini kami memandang bahwa seolah-olah, apa yang disebut oleh sebagian ulama sebagai bid'ah hasanah, oleh ulama yang lain dianggap sebagai bid'ah secara bahasa.

 Akhirnya kita hanya dapat nenyerahkan semua perkara ini pada Allaah swt, dimana masing-masing orang akan diberi pahala berdasarkan ijtihadnya, memilih pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ini. Wallâhu a'lam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Sholat Jum'at bagi Perempuan   Soal Jawab Grup WA Ngaji FIQH Assalaamu'alaikum...ustadz..mhn penjelasan trkait ikut sholat jumat...