*Soal Jawab 4*
Assalamualikum, afwan mau tanya ustadz, apakah yg sedang haid itu boleh membaca quran? karna saya tanya ke beberapa ustadz itu jawabannya berbeda. jd tolong jelaskan ya ustadz.
Assalamualaikum ustadz Afwan ana mau nanya bagaimana kalau sedang haid apakah sholat harus di Kodo ? Soalnya ana pernah dengar dari beberapa ulama tentang pengkodean sholat
Syukron
---
Jawab :
Untuk pertanyaan, apakah sholat yang terlewat bagi perempuan haidl harus di qodho atau tidak, maka jawabannya tidak perlu. Berdasarkan hadits Nabi saw. dari Aisyah r.ha :
كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاة. رواه مسلم
"Kami dahulu diperintahkan untuk mengqodho shaum (karena haidl) dan tidak diperintahkan untuk mengqodho sholat". (HR. Muslim)
Kita mengetahui, bahwa masa haidl bagi wanita berbeda-beda. Para Ulama, terkhusus madzhab Syafi'i (dijelaskan dalam kitab Imtâ' al Asma Syarh Matn Abi Syuja' hal. 40-50) menerangkan bahwa seandainya darah keluar kurang dari satu hari, maka darah tersebut tidak dihukumi haidl, melainkan dihukumi sebagai damul fasad(darah kotor). Karena itu, hukum perempuan haidl dalam kondisi ini tidak diterapkan. Begitu juga jika darah yang keluar itu lebih dari 15 hari, maka para 'ulama mengklasifikasikannya sebagai darah istihadloh, sehingga wanita (dalam kondisi ini) wajib untuk melaksanakan mandi dan sholat, untuk kemudian tetap berwudlu dan tetap melaksanakan kewajiban sholat.
Adapun soal, apakah perempuan yang haidl boleh membaca alqur'an?maka para ulama ikhtilaf dalam masalah ini.
Sebagian kalangan ulama, mengharamkan bagi perempuan haidl membaca alqur'an, berdasarkan hadits
لَا تَقْرَأُ الْحَائِضُ وَلَا الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ
“Janganlah seseorang yang sedang haidh dan jangan pula seseorang yang sedang junub membaca sesuatupun dari al-Quran”.(HR .At-Tirmidzi)
Dan hadist dari Ali ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda :
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ مِنَ الْخَلَاءِ فَيُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ وَيَأْكُلُ مَعَنَا اللَّحْمَ، وَلَمْ يَحْجُبْهُ – أَوْ يَحْجُزْهُ – عَنِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ لَيْسَ الْجَنَابَةَ
“Nabi saw keluar dari kamar kecil lalu beliau membacakan al-Quran kepada kami dan makan daging bersama kami, tidak menghijab beliau –tidak menghalangi beliau- dari al-Quran sesuatupun selain junub" (HR. Ibn Majah)
Pendapat ini dipegang sebagian kalangan Syafi'iyyah dan banyak ulama dari berbagai madzhab.
Adapun mereka yang membolehkan, berdalil berdasarkan hadits :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ قَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ وَلَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ وَلاَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ قَالَتْ فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ افْعَلِي كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwa ia berkata: “Aku datang ke Makkah sedangkan aku dalam keadaan haidl dan aku belum thawaf di Ka’bah dan juga belum sa’i antara Shafa dan Marwa.” Aisyah berkata: “Maka aku adukan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam,” lalu beliau bersabda: “Lakukanlah apa-apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji, selain thawaf di Ka’bah” (HR. Bukhari)
Kalangan yang berpendapat bahwa hadits tentang "larangan perempuan haidl untuk membaca qur'an" adalah hadits dlo'if, sehingga tidak dapat diamalkan. Riwayat mereka berasal dari riwayat Isma'il ibn Iyas, dari ahli Hijaz. Sedangkan riwayat ia dari ahli hijaz lemah/diragukan.
Adapun hadits tentang Rasulullaah saw. yang tidak membaca al qur'an saat junub, maka para ulama mengatakan bahwa ini adalah perbuatan khusus bagi beliau saw. dan junub tidak dapat di qiyaskan pada haidl (qiyas ma'al fariq).
Maka pendapat ini dipegang oleh sebagian Syafi'iyyah, Hanafiyyah, Malikiyyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Tentu saja pertanyaan ini terkait qiroah alqur'an tanpa mushaf. Adapun dengan mushaf, jumhur ulama telah sepakat akan keharaman orang yang berhadats(termasuk perempuan haidl) menyentuh mushaf alqur'an.
Maka langkah yang lebih selamat(antara pendapat yang melarang dan membolehkan), ialah tidak membaca alqur'an saat haidl. Hal itu(membaca qur'an) dapat diganti dengan mendengarkan tilawah qur'an dari berbagai qâri, yang hari ini banyak tersebar di berbagai media-media elektronik. In syâ Allâh meraih pahala yang sama. Wallâhu a'lam.
lanjutan....
lanjutan....
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلا تَقْضِي الصَّلاةَ. فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ
بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاةِ
Dari Muadzah berkata,"Aku bertanya kepada Aisyah, "Mengapa perempuan haidl wajib mengqadha puasa dan tidak wajib mengqadha shalat?". Aisyah bertanya, "Apakah engkau seorang perempuan haruriyah?", Aku menjawab, "Aku bukan haruriyah, tetapi Aku sekedar bertanya." Aisyah berkata, "Kami (para wanita) mengalami haidl, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintah untuk mengqqadha' shalat. (HR. Muslim) (terdapat riwayat lain yang semakna, dari Imam Bukhari; lihat kitab Jâmi' Ahkâm an-Nisa, hal. 170)
Dan Haruriyah ialah :
لمن يعتقد مذهب الخوارج
(Orang yang berpegang pada madzhab khowarij).
Berkata Imam Nawawi dalam al Majmû (2/351) bahwasanya : "Di nukil dari At Tirmidzi, Ibnul Mundzir, Ibn Jarir dan yang lainnya bahwasanya telah menjadi ijma' bahwasanya perempuan haidl mereka tidak mengqadha sholat, akan tetapi mereka mengqadha shaum".
Untuk masa keluarnya darah haidl bagi perempuan, Imam Nawawi dalam Minhâj at Thâlibîn mengatakan, bahwa paling sedikit satu hari, dan maksimal 15 hari. (Minhâj at Thâlibîn, hal. 79)
Sedangkan Syaikh As Sya'rowi, mengatakan dalam kitab Fiqh al Mar'ah al Muslimah, hal. 18 : Masa perempuan tidak perlu untuk sholat dan shaum(karena haidl), adalah 40 hari saja. Selebihnya terkategori istihadloh.
Maka dalam hal ini dikembalikan pada 'adat(kebiasaan/ghalibnya) kondisi perempuan di wilayah tempat ia tinggal. Dimungkinkan kategori masa haidl yang normal nya berbeda beda.
Maksudnya, lebih dari 15 hari(menurut ketentuan an Nawawi), atau 40 hari(menurut As Sya'rowi) maka darah yang keluar tidak terkategori darah haidl. Perempuan wajib melaksanakan sholat dan shaum, meski darah masih keluar. Setiap kali masuk waktu sholat, wajib baginya bersuci dan menunaikan sholat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar