Minggu, 12 Maret 2017

HUKUM PAYTREN

HUKUM SYARIAH PAYTREN

FAKTA PAYTREN

PayTren adalah teknologi/aplikasi yang dikembangkan oleh PT Veritra Sentosa Internasional (VSI) dimana setiap mitra yang telah terdaftar dapat melakukan pembayaran/pembelian Pulsa Telepon, Token PLN, BPJS, dll seperti layaknya PPOB (Payment Point Online Bank).

CARA BERGABUNG PAYTREN

1. Mitra Pengguna
Membayar biaya pendaftaran sebagai pengguna dgn biaya 25rb atau 50rb.

Fasilitas Mitra Pengguna:
- Hanya dapat melakukan jual beli pulsa dan voucher game melalui sms, G-Talk, YM.
- Tdk dapat menggunakan fasilitas lainnya dari paytren, juga tdk dapat mengembangkan jaringan bisnis paytren.

2. Mitra Pebisnis.
Untuk menjadi Mitra Pebisnis ada 2 cara:
1) mitra pengguna harus upgrade status dari Mitra Pengguna dgn membeli lisensi penggunaan aplikasi paytren sebesar 325rb.
2) Langsung membeli paket Lisensi full penggunaan aplikasi paytren. Terdiri dari paket 350.000 (1 lisensi) sd 10.100.000 (31 lisensi)

Fasilitas Mitra Pebisnis;
Selain dapat semua fasilitas pengguna juga mendapatkan:
1. Komisi referral (Rp 75rb/lisensi); perekrutan DL.
2. Komisi Leadership (Rp 25rb/2 pasang DL)
3. Komisi pengembangan langsung (Rp 2rb/lisensi sd 10 level)
4. Komisi pengembangan komunitas (Rp 1rb/komisi leadership DL sd 10 level)
5. Cashback transaksi sd 10 level.
6. Reward/hadiah penjualan lisensi dari DL kiri dan kanan.

Penjelasan lengkap dan detail ttg sistem bisnis (marketing plan) paytren mitra pebisnis lihat di sini:
http://www.treni-network.com/hal-marketing-plan.html

HUKUM SYARIAH PAYTREN

Berdasarkan fakta paytren yg telah dijelaskan di atas, tampak jelas bahwa ada 2 jenis kemitraan pada paytren yaitu mitra pengguna dan mitra pebisnis.
Pada status Mitra Pengguna tidak diterapkan sistem MLM sedangkan pada status Mitra Pebisnis paytren diterapkan sistem MLM Binari (2 kaki pasangan seimbang) sampai ke dalam 10 level.

Dengan fakta-fakta di atas hukum bisnis Paytren dapat dibagi menjadi 2, yaitu terkait Mitra Pengguna dan Mitra Pebisnis.

Untuk Mitra Pengguna menurut kami hukumnya jaiz (boleh), biaya yang dibayarkan utk membuat akun agar bisa menggunakan aplikasi pasytren dan deposit hukumnya boleh. Tdk terjadi pelanggaran akad syariah padanya.

Sedangkan pada Mitra Pebisnis yang menerapkan jual beli lisensi sekaligus memberikan hak-hak memperoleh komisi dan reward sebagai mitra pebisnis telah memenuhi unsur akad sebagai makelar (simsar).

Dalam hal ini maka hukum syariah yang terkait adalah hukum tentang akad jual beli dan simsar (makelar).

Hukum menjadi Mitra Pebisnis Paytren adalah batil dan karenanya haram, paling tidak karena 2 hal berikut:

Pertama, pada akad pendaftaran dengan proses jual beli lisensi sekaligus menjadi simsar telah melanggar akad syariah tentang larangan dua akad dalam satu akad (shafqatayni fi shafqah wahidah) dan ini adalah akad yang batil.

Dalilnya adalah hadis2 yang dengan jelas melarang penggabungan dua akad atau lebih ke dalam satu akad. Di antaranya adalah hadis Ibnu Mas’ud ra. bahwa:

"Nabi shallallaahu 'alayhi wasallam. telah melarang dua kesepakatan [akad] dalam satu kesepakatan [akad] (HR Ahmad, hadis sahih).

Imam Taqiyuddin an-Nabhani, menjelaskan bahwa yang dimaksud dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatayn fi shafqah wahidah) dalam hadis itu, artinya adalah adanya dua akad dalam satu akad. Misal: menggabungkan dua akad jual-beli menjadi satu akad, atau akad jual-beli digabung dengan akad ijarah (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, II/308)

Kedua, komisi berjenjang sampai dengan kedalam 10 level telah melanggar syariah tentang larangan samsarah 'ala samsarah (makelar memakelari).

Para fuqaha’ telah mendefinisikan simsar (makelar) sebagai orang yang bekerja untuk orang lain dengan upah tertentu untuk melakukan penjualan dan pembelian. Definisi ini berlaku juga bagi juru lelang (dallal). [Syakhshiyyah Islamiyyah juz II hal 311]

Demikian pula Syaikh ‘Atha Abu Rasytah menyatakan : Samsarah itu berada di antara penjual dan orang-orang yang diajaknya sebagai pelanggan [http://hizbut-tahrir.or.id/2008/02/05/komisi-dalam-transaksi-model-mlm/]

Dengan menelaah fakta samsarah pada masa nabi saw dan definisi yang disampaikan fuqaha’ di atas maka disimpulkan bahwa samsarah yang diakui/dibolehkan Nabi adalah samsarah satu level (mjd org tengah antara penjual dan pembeli).

Adapun samsarah yang bertingkat-tingkat (berlevel-level) atau samsarah ‘ala samsarah yaitu seorang up line mendapat bonus/komisi dari down line yang tidak langsung dibawahnya tdk sesuai dgn praktek samsarah yang dibenarkan sesuai dalil yg membolehkan samsarah. Karenanya praktek tersebut adalah praktek mengambil harta orang lain secara batil. Hal ini diharamkan berdasarkan firman Allah (artinya):

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu."(An-Nisaa:29).

Ayat ini berisi larangan untuk memakan/mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syara’.

Dua hal di atas adalah pelanggaran pokok terhadap akad-akad syariah yang utama. Dan pelanggaran akad yang berstatus batil tidak dapat diacuhkan dengan misalnya tidak mempedulikan syarat-syaratnya. Sebab akad yang batil wajib ditinggalkan dan harus diganti dengan akad baru yang shohih. Wallahu'alam.


Fauzan al-Banjari

AT-THOHAROH

💠 *FIQH IBADAH*💠

📝Materi #1 :
At-Thoharoh (الطَّهَارَةُ)

Menurut bahasa (معنى في اللغة) :

 •النظَافَةُ (Kebersihan)

Dikatakan,
طَهرت الثوب أي نظفته.

"Aku membersihkan (dengan kata طهر)baju, maknanya aku membersihkannya (tidak berbeda dengan menggunakan kata نظف).

  • النَّزَاهَةُ عَنِ الأَقْذَارِ وَالأَوْسَاخ, سَوَاء كَانَت حِسِّيَّة أَوْ مَعْنَوِيَّة.

(steril dari kotor dan busuk, baik yang hissiy-terindra/berwujud- maupun ma'nawiy-secara makna/perumpamaan-)
Dari Ibn Abbas ra. bahwasanya Nabi saw jika ia mengunjungi orang sakit beliau selalu berucap :

"لَا بَأْسَ، طَهُوْرٌ ان شاء الله"

"Tidak mengapa, In sya Allaah (sakit ini) membersihkan (dari dosa)" (HR. Bukhari). Dan Thohûr seperti Muthohhir min ad-dzunûb(pembersih dari dosa). 
Dan Ad-Dzunub (dosa) ialah kekotoran secara makna. Allah sendiri mensifati orang-orang Musyrik dengan najis. Allaah swt berfirman :

"إِنَّمَا المُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ"

"Sesungguhnya orang-orang Musyrik itu najis(kotor jiwanya)."
(QS.At-Tawbah[9]:28)

Adapun secara istilah, maka para Ulama Madzhab memiliki ragam pendapat, dan ini akan dipaparkan dalam pembahasan lain*

Air dan Pembagiannya

Jika kita membaca kitab-kitab Fiqh, maka akan kita dapati bahwa pembahasan pertama dalam Bab Thoharoh adalah seputar Air. Air sendiri terbagi ke dalam empat bagian(Fiqh Sunnah, hal. 17-20), yakni :
 1). Air Muthlaq, 
2). Air Musta'mal,  
3). Air yang tercampur dengan sesuatu yang suci, 
4). Air yang terkenai najis.

Bagian Pertama dari Air :

Air Muthlaq.

 Hukumnya thohir(suci). Yakni, ia suci dari zatnya sendiri dan juga dapat digunakan untuk menyucikan yang lain. Dan memiliki beragam klasifikasi :

1. Air Hujan, Salju, dan Air Es. Berdasarkan firman Allaah swt. :


"Dan Dia telah menurunkan bagi kalian dari Langit curahan air, agar kalian dapat bersuci dengannya".(QS. Al Anfal[8]: 11).

Dan firman Allaah yang lain :

"وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً طَهُوْرًا"

"dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih"
(QS. Al Furqan[25] : 48)

Dan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata :

كَانَ رَسُوْلُ الله إِذَا كَبَّرَ فِيْ الصَّلَاةِ سَكَتَ هُنَيْهَةً قَبْلَ القِرَاءَةِ، فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ الله -بِأَبي أنت و أمي- أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة ما تقول؟ قال: ((أقول: اللهم باعد بيني وبين خطاياي كما باعدت بين المشرق والمغرب، اللهم نقني من خطاياي كما ينقَّى الثوب الأبيض من الدنس، اللهم اغسلني من خطاياي بالثلج والماء والبرد.  

"Rasulullâh saw dahulu jika takbiratul ihram(mulai sholat) beliau diam sejenak sebelun membaca Al Fatihah. Maka aku berkata : "Ya Rasulullah, Demi Bapak dan Ibuku, Aku melihat Engkau terdiam sejenak diantara Takbir dan Al Fatihah, Apa yang Engkau ucapkan?". Maka Rasulullâh saw menjawab : "Aku membaca, “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan butiran es".
Diriwayatkan dari Jamaah kecuali At-Tirmidzi.

2. Air Laut : Dari hadits Abu Hurairah ra. ia berkata : Telah bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullâh saw., ia berkata : "Wahai Rasulullah, Sesungguhnya kami menaiki perahu. Dan kami hanya membawa sedikit dari persediaan air, jika kita gunakan untuk berwudlu maka kami akan kehausan, Apakah sah kami berwudlu dengan Air Laut? Maka Rasulullâh saw menjawab :

((هُوَ الطَّهُور مَاءُهُ، وَالحِلُّ مَيْتَتُهُ))

Diriwayatkan oleh Khomsah, dan berkata At-Tirmidzi : "Hadits ini hasan shahih, dan aku bertanya pada Muhammad Ibn Ismail Al Bukhari maka ia berkata : "hadits shahih".

3. Air Zam Zam : Berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Ali ra. :

"أَنَّ رَسُولَ الله دَعَا بِسَجَلٍ مِنْ مَاءِ زَمْزَم فَشَرِبَ مِنْهُ وَتَوَضَّأَ.." 

"bahwasanya Rasulullâh shallallâhu 'alayhi wasallam berdoa di sebuah ember berisi air zam zam, kemudian meminumnya dan menggunakannya berwudlu". (HR. Ahmad)

4. Air yang berubah akibat lama tersimpan. Atau disebabkan karena faktor penyimpanannya, atau karena tercampur dengan sesuatu yang ia tidak dapat dilepas darinya secara umum, seperti lumut atau daun pepohonan, maka sesungguhnya air tersebut tetap dikatakan sebagai air muthlaq tanpa ada khilaf di kalangab ulama. Dan hukum asal dalam bab ini ialah bahwa setiap air yang dapat dikatakan sebagai air muthlaq(dalam pengertian tidak terikat dengan kata lain. Contoh : Air Teh, Air Buah. Maka, Air ini bukanlah termasuk air muthlaq karena telah diikat dengan definisi yang lain). Selama air itu berada dalam kemuthlaqannya(belum tercampur/berubah definisi), maka boleh digunakan bersuci. Dalilnya :

"فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا"

"..maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah.."

(QS. Al Maidah[5]:6)

(bersambung)

📮SOAL JAWAB 16📮


🌱Assalamu'alaikum ust, sya msih blm paham betul ttg bid'ah..?

Yg sya pahami ada dua pndpt utk dlm mmahami hadits و كل بدعة ضلالة
1. Dipahami scara tekstual hadits, krna ada hadits Rasul yglain mngatakan "smua ummatku msuk surga,kecuali yg enggan" disini ada pngecualian sdg yg di hadits bid'ah tdk ada. Dipahami smua yg bid'ah di neraka

2. Ada prkataan umar, yg brhbungn dgn sholat trawih, ni'matil bad'atu haadzih, dan smp skrg sholat trawih msih diabadikan kaum muslimin. Lalu ada pnjlasan imam syafii ttg bid'ah hasanah dan bid'ah dholalah. Sbtas yg sya tau kalau bid'ah itu ssuatu yg baru dlm hal ibadah, yg dikhususkan wktunya.
Nah bgaimana dgn fenomena yg trjadi skrg2 ini ustdz, sprti dzikir brsama yg dkeraskan suaranya -itu kan waktunya ttp ustdz-, dan sahabat tdk melakukan itu ustdz? Kalau sholat trawih -umar- disepakati ulama... Bgaimana itu ust??


---
🍀 Jawab 🍀:

Sebagaimana diketahui bahwa pembahasan seputar Bid'ah, merupakan bahasan populer di kalangan ummat Islam akhir-akhir ini. Dalam hal ini, sikap kita mesti lah bijak. Kita harus mengetahui bahwa perkara ini adalah perkara khilafiyyah-dzanniyyah, mengingat para ulama -yang amat kredibel/mu'tabar- banyak mengomentari hal ini, dan tak dapat dipungkiri bahwa akhirnya mereka terbagi ke dalam dua kubu. Kubu pertama, memutlakkan bahwa semua bid'ah itu sesat. Sedangkan yang kedua mengklasifikasikannya. Tidak memutlakkan semua bid'ah itu sesat, tapi membaginya ke dalam beberapa bagian.

Bid'ah sendiri, menurut bahasa(لغة):
بَدَعَ : بَدَعَ الشَّيْءَ يَبْدَعُهُ بَدْعًا

Bada'a : Memulai sesuatu


Ibtada'ahu : Membangun dari dasar dan mengawalinya

Dan secara istilah :

البِدْعَةُ : الحَدَثُ وَمَا ابْتُدِعَ مِنَ الدِّيْنِ بَعْدَ الإِكْمَالِ

Bid'ah : Perkara baru, yang di adakan dalam perkara agama setelah Dien ini telah jelas dan sempurna.

Menurut Ibn As-Sikit : Bid'ah adalah Segala perkara yang baru.

Menurut Ibnul Atsir, bid'ah itu terbagi ke dalam dua bagian. Bid'ah Huda (Bid'ah yang sesuai petunjuk syari'at), dan Bid'ah Dholâl (Bid'ah yang sesat). Maka apa saja dari perbuatan bid'ah yang menyelisihi syari'at Allaah dan Rasul-Nya, maka hal itu termasuk ke dalam perkara yang dicela dan diingkari. Dan apa yang berada pada naungan keumuman dari dalil dalil sunnah, maka itu termasuk perkara yang dipuji. (Ibn Mandzûr, Lisânul 'Arab, Jilid 2/Hal. 37)

Para Ulama terbagi ke dalam dua bagian :

[1]. Berpegang pada pendapat Sulthânul 'Ulamâ'(Pemimpin para Ulama), Al 'Izz Ibn Abdissalâm rahimahullâh yang memaparkan pendapat bahwa apa saja yang tidak pernah dikerjakan Nabi shallallâhu 'alayhi wasallam adalah bid'ah. Namun, ia membagi bid'ah ke dalam beberapa hukum : 

1). Bid'ah yang Wajib(contoh belajar Nahwu untuk memahami AlQur'an,dll.) 
2). Bid'ah yang Haram, 
3). Bid'ah yang Sunnah, 
4). Bid'ah yang Makruh, 
5). Bid'ah yang Mubah. 

Maka jalan untuk mengetahuinya ialah dengan menyesuaikan bid'ah-bid'ah ini dengan kaidah syara'.  Jika masuk dalam kaidah yang wajib, maka ia menjadi bid'ah wajib. Dan jika masuk dalam kaidah yang haram, maka ia bid'ah yang haram..dan seterusnya. (Al 'Izz Ibn Abdissalâm, Qowâ'id Al-Ahkâm fi Mashâlih Al-Anâm , Juz 2/ Hal. 204)

Pendapat ini juga diambil oleh Imam Nawawi rahimahullâh, ia berkata : "Dan segala perkara yang belum pernah ada di zaman beliau shallallâhu 'alayhi wasallam adalah bid'ah. Akan tetapi dari perbuatan bid'ah tersebut : Ada yang baik (bid'ah hasanah), dan ada dari bid'ah tersebut yang menyelisihi perkara sunnah(bid'ah dholâlah)." (Ibn Hajar Al Asqalani, Fathul Bâriy , Juz 2/ Hal. 394).

Kalangan yang berpandangan seperti ini ialah Al-Imâm As-Syâfi'i, Abu Syâmah, Al-Ghozali, As-Suyuthi. Dari Madzhab Maliki : Al-Qarâfi, Az-Zarqâni. Dari Madzhab Hanafi : Ibn Abidin. Dari Madzhab Hanbali : Ibnul Jawzy. Dan Imam Ibn Hazm. (Al-Mawsû'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 8/21)

[2]. Berpegang pada pendapat bahwa bid'ah, semuanya sesat dan tercela. Baik dalam perkara Ibadah maupun Adat. Tidak pula ada istilah bid'ah wajib, bid'ah sunnah, bid'ah mubah, bid'ah makruh, dan bid'ah haram. Pendapat ini diambil diantaranya oleh Imam Malik, Imam As-Syatibhi, At-Thartawusi. Dari Madzhab Hanafi : Imam As-Syamunni, Imam Al 'Aini. Dari Madzhab Syafi'i : Al Bayhaqi, Ibn Hajar Al Asqalani, Ibn Hajar Al Haytami. Dari Madzhab Hanbali : Imam Ibn Rajab Al Hanbali, Ibn Taimiyah(Al Mawsû'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 8/23)

Imam Ibn Rajab berkata : "Dan maksud dari Bid'ah : Perkara apa saja yang diadakan(dalam urusan agama ini), yang tidak terdapat asal hukum dalam syari'at yang menunjukkan kebolehan perbuatan itu. Dan adapun perbuatan yang memiliki asal hukum dari syari'at, dan menunjukkan akan kebolehan perbuatan tersebut maka hal itu bukan bid'ah. Akan tetapi (kita katakan) itu adalah bid'ah menurut bahasa saja." (Ibn Rajab Al Hanbali, Jâmi' Al-'Ulûm wa Al-Hikam, Hal. 500)

DR. Ali Jum'ah (Mantan Mufti Mesir) mengatakan : Setiap kalangan dari dua poros ini yang dapat kita pahami, akhirnya bertemu pada satu titik yakni sepakatnya mereka dengan pendapat bahwa bid'ah yang dicela adalah bid'ah yang tidak memiliki asal pendapat dalam syari'at, yang menunjukkan akan perbuatan itu. Dan inilah yang dimaksud dalam hadits Nabi saw :

((كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ))

"Segala bid'ah adalah sesat". (HR. Muslim, dan Ahmad). (DR. Ali Jum'ah, Al Bayân limâ Yasyghalu Al Adzhân, Jilid 1/ Hal. 243-244)

Dalil orang-orang yang membagi bid'ah menjadi dua (hasanah dan sayyi-ah) serta lima (bid'ah wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram) ialah :

(1). Ucapan 'Umar ra. dalam pelaksanaan sholat tarowih, yang dilakukan secara berjamaah di Masjid sebulan penuh di bulan Ramadhan. Dari Abdurrahman Ibn Abdil Qari bahwa ia berkata : "Aku keluar bersama 'Umar ra. pada malam di bulan Ramadhan untuk pergi ke Masjid. Maka kami melihat orang-orang menyebar terpisah-pisah. Ada seorang laki-laki sholat menyendiri. Dan ada juga yang berkumpul. Maka berkata 'Umar : "Aku berpandangan seandainya mereka aku kumpulkan dalan satu jamaah dan di imami oleh seorang ahli qur'an maka akan lebih sempurna. Kemudian ia bertekad seperti itu. Hingga akhirnya ia mengumpulkan orang-orang(agar sholat secara berjamaah), dengan Imam Ubay Ibn Ka'ab. Di malam berikutnya aku keluar bersama Umar, dan orang-orang sholat berjamaah(tarowih) di masjid dengan diimami ahli qur'an. Berkatalah 'Umar ra. :

((نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ))

"Sebaik-baik bid'ah adalah hal ini". (HR. Bukhari)

Diriwayatkan bahwa Ubay ibn Ka'ab berkata kepada 'Umar, "Ini tidak pernah ada di zaman Nabi saw". Maka 'Umar menjawab, "Ya, Aku tahu. Akan tetapi hal ini adalah sesuatu yang baik."( Jâmi' Al-'Ulûm wal-Hikam, hal. 501)

Pendapat ini disanggah oleh Ibn Rajab Al-Hanbali : "Perbuatan ini memang tidak pernah ada di zaman Nabi dengan bentuk demikian, akan tetapi hal itu tercakup ke dalam dalil-dalil syara' yang dapat dirujuk kepadanya. Di antaranya : bahwasanya Nabi saw. mendorong ummatnya untuk melakukan Qiyâm Ramadhan, dan bersemangat di dalamnya. Dan orang-orang di zaman Nabi saw melaksanakan sholat di Masjid baik berjamaah maupun sendiri-sendiri. Dan Nabi saw. sholat bersama para sahabatnya pada bulan Ramadhan di malam yang lain. Kemudian Nabi saw. melarang hal itu karena khawatir sholat pada malam Ramadhan akan diwajibkan dan Ummatnya akan merasa lemah dalam menunaikannya.(HR. Bukhari, 4/251).

(2). Penyebutan Ibn 'Umar atas pelaksanaan sholat dluha berjamaah di masjid sebagai bid'ah, padahal hal itu merupakan amal yang baik. Diriwayatkan dari Mujahid ia berkata : "Aku masuk ke dalam Masjid bersama 'Urwah Ibn Zubair, dan Ibn 'Umar duduk disamping kamar 'Aisyah r.anha. Ketika orang-orang berdiri melaksanakan sholat dluha berjamaah , kami bertanya pada Ibn 'Umar tentang hal ini. Ia berkata : "bid'ah". (HR. Bukhari 2/630, Muslim 2/917).

(3). Hadits yang diriwayatkan secara marfu' :

 مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ القِيَامَة 

"Barangsiapa yang memulai perkara baru yang baik, maka ia akan diberi pahala perbuatan tersebut serta orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu hingga hari kiamat. Dan barangsiapa yang memulai perkara baru yang jelek, maka hal itu dicatat sebagai dosa, dan ia baginya dosa orang-orang yang mengikuti perbuatan jeleknya hingga hari kiamat." (HR. Muslim 2/705).

Maka, bagi kita kaum awam yang memandang dua poros pendapat para 'ulama ini, adalah meninggalkan bid'ah yang memang telah disepakati para 'ulama, yakni bid'ah madzmumah(tercela) yang tidak ada landasan sama sekali di dalam syari'at (seperti mengikuti paham madzhab Qodariyyah, Jabariyyah, Murji'ah, Khowarij). Atau misalkan merayakan hari karbala dan sholat sya'ban. Maka semua itu tidak ada landasannya dan mesti ditinggalkan.

Adapun bid'ah, yang masih diperselisihkan para 'ulama seperti Maulid, atau Mushofahah dan dzikir bersama setelah sholat, maka kita dalam hal ini harus saling menghormati dan tidak saling mencela. Bisa jadi perbuatan-perbuatan ini -oleh sementara kalangan- dianggap bid'ah dholalah; tapi oleh kalangan lain bisa jadi semua perbuatan itu dianggap bid'ah hasanah. Bahkan juga dapat saja dianggap bid'ah, tapi diterima karena bid'ah itu adalah bid'ah secara bahasa, dan bukan secara syar'i.

Dalam hal ini kami memandang bahwa seolah-olah, apa yang disebut oleh sebagian ulama sebagai bid'ah hasanah, oleh ulama yang lain dianggap sebagai bid'ah secara bahasa.

 Akhirnya kita hanya dapat nenyerahkan semua perkara ini pada Allaah swt, dimana masing-masing orang akan diberi pahala berdasarkan ijtihadnya, memilih pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ini. Wallâhu a'lam.



📮SOAL JAWAB 15📮

📮 *Soal Jawab 16* 📮

🌱Assalamu'alaykum...Ustadz mhn maaf jk prtanyaan sy msh seputar haidh. Pada wanita yg menggunakan kontrasepsi seperti pil& suntik, adakalanya haidh menjadi tidak seperti biasa. Jk tanpa kontrasepsi dia mengalami 1x haidh tiap bulan selama 7 hari tanpa trputus. Tp saat memakai kontrasepsi, adakalax keluarnya darah berkepanjangan melebihi 7 hari bhkan lbh dr 15 hari. Adakalanya pula keluarx darah terputus- putus, 2 hari keluar, 2 hari tidak, lalu keluar lg, dst. Bgmn menyikapi yg seperti ini Ustadz? Mhn pencerahannya...jazakumullohu ahsanal jazaa'
Satu lg Ustadz: pada kasus keguguran, kadang yg terjadi bukan gugurnya janin, tapi gugurnya kantong kehamilan yg kosong, tidak ada janinnya. Dalam hal ini, darah yg keluar setelah itu apakah dihukumi sbg darah nifas?


🍀Jawab🍀 :

Untuk kasus haidl yang terkadang ada jeda, maka ini dihukumi sebagai haidl biasa. Karena sebagaimana yang telah dibahas di soal jawab sebelumnya, bahwa batas minimal darah haidl dan maksimal nya ialah 1 hari, dan 15 hari, menurut pendapat jumhur.(Kifayatul Akhyar, hal. 78). Jika mendapati haidl dua hari, ia tidak boleh melakukan perkara yang diharamkan bagi perempuan haidl selama dua hari tersebut. Jika ia dapati ia telah suci(bersih dari darah haidl), maka hukum asalnya kembali pada statusnya dalam keadaan suci, meski darah haidl datang kembali setelah dua hari. Intinya, dilihat dari keluar atau tidaknya darah haidl. Jika ada, ia haidl. Jika tidak, ia suci. Tanpa peduli pada kondisinya yang tidak menentu. Rasulullaah shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda :

تحيضين ستة أيام أو سبعة في علم الله تعالى، ثم اغتسلي. وإذا رايت أنك قد طهرت واستنقأت فصلي

"Kamu berhaidl dalam masa enam atau tujuh hari sesuai dengan Ilmu Allah(akan hikmah dari ketentuan masa haidl tersebut). Kemudian mandilah(jika telah suci). Jika engkau telah melihat bahwa engkau telah suci, dan telah yakin akan hal itu, maka sholatlah.." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Para 'Ulama tidak mempermasalahkan kondisi, dimana karena pengaruh kontrasepsi darah haidl jadi tidak beraturan. Akan tetapi, jumlah dari batas maksimal haidl tetap berlaku. Jika lebih dari 15 hari, maka ia terkategori sebagai darah istihadloh. Diambil berdasarkan metode _istiqra_, yakni mengambil suatu keputusan hukum dari berbagai dalil dengan konteks yang berbeda. Meski sebagian kalangan tidak menerima adanya batasan minimal atau maksimal dari keluarnya darah haidl. (lihat, Kitab Jâmi' Ahkam An-Nisa, I/198-199)


Dan bagi darah nifas, maka gugurnya kantong kehamilan yang kosong terkategori sebagai darah nifas, karena nifas intinya adalah wiladah(adanya faktor kehamilan dan persalinan itu sendiri). (Kifâyatul Akhyâr, hal. 78). Wallâhu a'lam.

📮 SOAL JAWAB 14 📮


Soal untuk fiqh siyasah

Apakah yang disebut dengan siyasah aqliyah disini adalah seperti pencetus demokrasi, atau faham sosialis/komunis, atau selainnya dari isme-isme yang beredar ditengah2 umat?

Syukron


---
Jawab :

Dijelaskan di pembahasan yang lalu bahwa Siyasah Syar'iyyah, diatur dan berlandaskan Hukum Syari'ah. Adapun yang diatur dan berlandaskan Hukum buatan manusia(konsep pemikiran manusia), maka disebut sebagai Siyasah Aqliyah. Maka Demokrasi, Sosialisme, Komunisme, dan Kapitalisme itu termasuk Siyasah Aqliyah. Tidak boleh diambil oleh kita sebagai seorang Muslim.
Allaah swt berfirman :

  أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ 

" Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?".


Ibn Katsir berkata : "Allah Ta’ala mengingkari orang yang berpaling dari hukum Allah -hukum yang telah muhkam (kokoh), meliputi seluruh kebaikan dan mencegah setiap keburukan- kemudian orang tersebut justru berpaling kepada yang lain, berupa pandangan-pandangan, hawa nafsu dan berbagai peristilahan yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar kepada Syariat Allah, sebagaimana masyarakat jahiliyah berhukum kepada kesesatan dan kebodohan, hukum yang mereka buat berdasarkan pandangan dan hawa nafsu mereka". (Tafsir Al Qur'an Al Adzim, Surah Al Maidah ayat 50).

📮 SOAL JAWAB 13 📮


Ustad Ana mau nanya jika dalam pernikahan mengadakan rebana tp yg melakukan rebana bukan anak kecil melainkan orang dewasa boleh tidak?
Mohon penjelasannya, syukran, jazakallahu khairan,


---
Jawab :

Untuk Hukum mendengarkan Musik dan menggunakan Alat Musik sendiri para ulama berbeda pendapat. Sebagian kalangan membolehkan(dengan syarat musik tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan syara'), sebagian lagi mengharamkan. Dan ini akan dijelaskan di kesempatan lain.

Soal menabuh duff(rebana) yang dilakukan oleh laki laki dewasa, para Ulama berikhtilaf dan pendapatnya terbagi ke dalam dua pendapat.

1). Diperbolehkan bagi laki laki di dalam resepsi pernikahan dan acara lainnya. Ini merupakan pendapat Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan pendapat madzhab Imam Ahmad dan ulamanya. Dalil mereka ialah keumuman hadits dan ketiadaan takhsis dari hadits tentang anjuran memukul duff untuk memeriahkan resepsi nikah. Dari Aisyah r.anha bahwa Rasul saw. bersabda :

 أعلنوا النكاح واجعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدفوف

"Umumkanlah pernikahan, jadikanlah ia di Masjid dan pukullah  dalam acara tersebut ad-dufuf(rebana-rebana)...". (HR. Tirmidzi, Bayhaqi).

2). Dilarang bagi laki-laki memukul duff(rebana) baik dalam resepsi pernikahan atau yang lainnya, dan ini madzhab Abu Hanifah, dan salah satu pendapat dari Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Ahmad. Mereka berpendapat bahwa apa yang terdapat pada zaman Nabi saw. (dimana duff dipukulkan) hanyalah dilakukan oleh wanita, dan bukan oleh laki laki. Sehingga tidak dapat dilakukan oleh laki laki. Ibn Hajar Al Asqalani mengatakan :
"Dan hadits-hadits seputar memukul rebana dalam acara nikah hanyalah diizinkan bagi perempuan. Maka janganlah laki laki melakukannya karena terdapat banyak hadits tentang larangan menyerupai wanita (tasyabbuh binnisa)".(Fathul Bari, 9/226)

Syaikh Al Mubarakfuri, dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami At Tirmidzi menerangkan : Adapun kebolehan bagi laki laki untuk memukul rebana adalah berdasarkan hadits dari buraidah,

خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم في بعض مغازيه فلما انصرف جاءت جارية سوداء فقالت: يا رسول الله إني كنت نذرت إن ردك الله سالماًُ أن أضرب بين يديك بالدف وأتغنى. فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن كنت نذرت فاضربي و إلا فلا، فجعلت تضرب

"Rasulullaah saw telah selesai dari sebagian peperangan dan tatkala ia sampai pada tempat kembali datanglah seorang jariyah berkulit hitam berkata : "Wahai Rasulullaah , aku telah bernadzar jika Allaah mengembalikan engkau dalam keadaan selamat aku akan menabuh rebana untuk mu dan bersenandung. Berkatalah Rasul saw :"Jika engkau telah bernadzar demikian maka lakukanlah. Jika tidak maka tidak usah". Maka sang jariyah melakukannya di depan Nabi" (HR. At-Tirmidzi). 

Adapun soal tasyabbuh (menyerupai) wanita, maka itu dilihat dari 'urf (situasi dan kondisi) dari zaman dan tempat yang jauh berbeda pada zaman Nabi dengan saat ini -karena zaman Nabi duff itu umumnya dimainkan oleh perempuan-. (Tuhfatul Ahwadzi, Hadits No. 3690).


Maka, dari sini dapat dipahami bahwa memukul duff itu boleh bagi laki laki. Wallaahu a'lam.

📮SOAL JAWAB 12📮


Bismillaah...
tanya fiqih ustadz.

ana kerja di PT, ana sebagai engineering, pekerjaannya klo ada trouble baru kerja,

klo tidak ada trouble tidak kerja.

untuk mengisi waktu kesenggangan tersebut, ana biasanya sambil menghafal alqur'an, alquran ini ana bawa kemana2 walaupun sambil bekerja, namun apabila ana mau ke kamar mandipun, alquran tersebut dibawa di dalam kantong, karena beberapa kali ana simpan alquran tersebut diatas tembok kamar mandi, sering hilang karena lupa.

pertanyaannya.
1. apakah berdosa ana mengisi kesenggangan dalam bekerja tersebut, perlu diketahui, hal tersebut sudah biasa di tempat kerja kami, mulai level bawah sampai level atas.
dan atasan kamipun mengetahui hal tersebut,

2. apakah berdosa, jika ana membawa alquran tersebut kedalam kamar mandi? dengan alasan yang ana sebutkan?

baarokallaahu fiikum


---
Jawab :

Alhamdulillâh .. Tiada nikmat yang paling besar setelah Nikmat Iman dan Islam, selain nikmat tadabbur AlQur'an. Kedalaman makna tiap lafadz di dalam ayat ayat Qur'an tak pernah jemu  untuk dikaji, khususnya oleh mereka yang memang dahaga akan kebenaran. Sayyiduna 'Utsman Ibn Affan radhiyallâhu 'anhu bahkan pernah mengatakan;

  لَوْ أَنَّ قُلُوبَنا طَهُرَتْ ما شبِعنا مِنْ كلامِ رَبِّنا ، وَ إِنّي أكرَهُ أَنْ يأتِيَ علَيَّ يَومٌ لا أَنظُرُ فيهِ في المُصحَفِ

"Seandainya saja hati-hati kita dalam keadaan bersih, niscaya kita tak akan pernah merasa puas dalam menyelami samudera kalam rabb kita. Dan sungguh aku benci jika ada padaku suatu hari, aku tidak membaca AlQur'an pada hari itu". (Diriwayatkan dari Imam Bayhaqi, dalam Kitab Syu'abul Iman-Bab Ta'dzîm alQur'an). Bahkan diriwayatkan pula, Sayyiduna Utsman ra. senantiasa menamatkan bacaan AlQur'an seluruhnya, hanya dalam satu raka'at sholat pada Qiyamullayl.(Diriwayatkan dari Imam Ahmad, dalam kitabnya Az-Zuhd) Ma Syâ Allâh..

Dalam hal ini, selaku karyawan bapak terikat dengan akad dan peraturan yang telah disepakati bersama. Maka seandainya itu diketahui oleh atasan bapak,  lantas sikapnya mendiamkan, itu berarti telah ada persetujuan darinya dan tidak ada pelanggaran akad. Maka tetaplah dilanjutkan.

Adapun dalam kasus membawa Mushaf ke dalam WC, maka selaku Muslim kita memiliki adab-adab terhadap AlQur'an. Imam Nawawi -rahimahullâh- berkata:

Sesungguhnya Rasulullâh shallallâhu 'alayhi wasallam bersabda, "Agama adalah nasihat". Para Sahabat bertanya, "bagi siapa wahai Rasulullâh?". Rasul saw. menjawab :"bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para pemimpin ummat Islam, dan Ummat Islam keseluruhan itu sendiri". (HR. Muslim). Para Ulama mengatakan : "Nasihat untuk Kitab Allâh ialah dengan cara mengimani bahwasanya AlQur'an adalah Kalamullâh dan Ia yang menurunkannya.. kemudian dengan mengagungkannya dan membacanya dengan sebaik baik bacaan/dengan benar dan tartil ( haqqa tilâwatih )."(At-Tibyân fi Âdab Hamalatil Qur'ân, 7/187).

Oleh karena nya salah satu bentuk pengagungan AlQur'an adalah dengan menjaganya dengan baik, dan tidak sembarangan membawanya ke tempat yang kotor, seperti WC atau Tempat Pembuangan Sampah.


Oleh karenanya, madzhab Maliki, Hanbali, dan Syafi'i, melarang perbuatan ini kecuali jika darurat -karena sering kehilangan tadi-. Dan sedapat mungkin untuk mencari cara lain yang lebih baik. [Untuk pengayaan lihat kitab Bulghatul Sâlik li Aqrobil Masâlik(Fiqh Maliki), Al Inshof(Fiqh Hanbali), dan Fatawa Ar-Romli(Fiqh Syafi'i)]. Wallâhu a'lam.

SOAL JAWAB 11


*Pertanyaan:*

Afwan saya baru baca postingan tentang fiqih.  Dan saya juga masih bingung mengenai ushul fiqih?  Ada yang mengatakan ushul dengan fiqih berbeda.  Bagaimana penjelasannya?

===========

*Jawaban:*
 الحمد لله والصلاة والسلام علي رسول الله وعلي آله وصحبه أجمعين. أما بعد


Ada pertanyaan masuk. Inti pertanyaannya adalah "Apa bedanya *ushul* dengan *fiqih*. Dan ada itu *Ushul Fiqih*. Mohon penjelasannya?"

Baik..

*"Ushul"* atau dalam bahasa arab ditulis أصول

الأصول لغة جمع أصل

Kata "Ushul" secara bahasa (arab) yaitu jama' dari kata "Ashl" yang berarti "Asal"

Dan ada juga yang mendefinisikan:

الأصول هي الأسس أو القواعد الّتي يبني عليها غيرها

Kata "Ushul" berarti asas-asas atau dasar-dasar yang diatasnya dibangun sesuatu yang lain.

Sedangkan fiqih, sebagaimana yg pernah disampaikan sebelumnya; Secara bahasa (etimologis) memiliki arti:

الفهم: Memahami

Dan fiqih secara istilah (terminologis) memiliki arti:

العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة من أدلتها التفصيلية  
Ilmu tentang hukum-hukum syara' yang amaliah yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.

أصول الفقه هي الأدلة الإجمالية والقواعد التي يتوصل بها إلي العلم بالأحكام الشرعية العملية المستفاد من أدلتها التفصيلية

Usul fiqih adalah dalil-dalil ijmal (global) dari kaidah-kaidah yang digunakan untuk sampai pada pengetahuan tentang hukum syara' yang amaliyyah, yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperinci.
[M. Husein Abdullah, Al-Wadhih fii Ushul Fiqh hal.19]

Wallahu 'alam

Kaatib: @MuammarAliIhsanudin

SOAL JAWAB 10

Assalamu'alaikum wr wb.
Afwan Ustadz mau tanya terkait hukum asal ulat dan jangkrik? dan bagaimana hukumnya melakukan jual beli ulat dan jangkrik? Misalkan buat pakan ternak burung atau yang semisal.

---
Jawab :

Ulat, dalam bahasa Arab di istilahkan dengan dûd/dûdah (دودة). Adapun jangkrik, karena tidak ada padanan kata yang sesuai maka dapat dikatakan frasa "jangkrik" ini di istilahkan dengan krikît(كريكيت) yang diserap dari bahasa Inggris, cricket. (www.alnabaa.net)

Dalam hal ini, para Ulama telah berijma'(bersepakat) bahwa hukum memakan hasyarat(hewan hewan menjijikan) yang tidak memberikan manfaat adalah haram. Dalilnya ialah :

وَ يُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الخَبَائِث

"Diharamkan atas kalian segala hal yang menjijikan" (QS. Al A'raf : 157)

Diantara hewan menjijikan ialah ular, kalajengking, kumbang, monyet, atau kutu. (Kifâyatul Akhyâr, hal. 223).

Karena terkategori haram untuk dimakan, maka otomatis haram untuk dijual. Terdapat nash hadits yang secara tegas melarang kita untuk memanfaatkan/menjual belikan sesuatu yang telah diharamkan oleh syara'. Rasulullâh shallallâhu 'alayhi wasallam bersabda :

إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ

"Sesungguhnya Allah SWT, jika mengharamkan sesuatu, Dia juga mengharamkan harga(dari keuntungan jual belinya)" (HR Ahmad, Ibn Hibban,  dan Daraquthni). 

Karena itu, hukum menjual belikan hewan yang terkategori hasyarat ini adalah haram.

Untuk masalah ulat,  sebagian  ulama dari berbagai madzhab menggunakan metode istishab untuk menentukan hukum memakan ulat. Istishab adalah metode memahami hukum atas sesuatu dengan mengambil dalil umum yang terdapat dalam nash, untuk menghukumi objek yang tidak ditemukan nashnya.

Berdasarkan hal itu para Ulama Madzhab memiliki beragam pendapat :

1. Diperbolehkan memakan ulat jika belum ditiupkan ruh di dalamnya(masih berupa telur ulat). Baik ia dimakan langsung atau dicampur dengan yang lain. Dan adapun ulat yang telah ditiupkan ruh, maka tidak diperbolehkan memakannya, baik ia hidup ataupun dalam keadaan mati. Baik ia dimakan langsung atau dicampur dengan yang lain. Tetap haram. Dan yang semisalnya adalah tungau.

2. Madzhab Syafi'i : bahwasanya ulat dalam keju atau buah,  jika memang muncul dari sana maka boleh memakannya bersama keju/buahnya. Tidak ada perbedaan hukum, antara memakannya dengan ia hidup atau sudah mati(tetap boleh). Juga tidak dibedakan hukumnya, apakah ia susah untuk dipisahkan dari keju/buah tersebut, atau mudah untuk dipisahkan(hukum asalnya tetap boleh). Akan tetapi jika ia muncul dari tempat yang lain, kemudian menempel di keju/buah, maka dalam hal ini ia tidak boleh dikonsumsi.

3. Adapun madzhab hanbali menghalalkan makan ulat dan tungau jika ia menempel pada makanan manusia. Dikatakan, bahwa boleh memakan buah dan ulat yang ada di dalamnya. Atau boleh memakan keju atau cuka beserta apa yang ada disana(dari hewan-hewan tadi). Tidak diperkenankan memakan ulat dan tungau secara langsung dengan sendiri.

4. Madzhab Maliki berpendapat, Ulat yang lahir dari makanan(semisal buah) itu sendiri dihalalkan secara mutlak tanpa harus ada perincian. Baik ia hidup maupun dalam keadaan mati. Akan tetapi jika ia lahir/muncul bukan dari makanan, dan berada di dalam makanan maka hal ini ditafshil(dirinci). Jika ia hidup, wajib disembelih dan ia mati karenanya. Dan jika ia dalam kondisi mati, dilihat apakah ia tampak atau tidak. Jika tampak(dapat disingkirkan), maka wajib disingkirkan. Namun jika tidak tampak ulatnya, maka boleh dimakan jika memang makanan yang ada lebih besar daripada jumlah ulatnya. Namun jika porsinya lebih sedikit daripada ulatnya atau sama persis, maka dalam hal ini makanan mesti dibuang(tidak halal). Akan tetapi jika ragu ragu tentang perkara itu, maka dalam hal ini dibolehkan untuk dimakan. Karena keragu raguan tidak mengakibatkan makanan mesti dibuang(dikembalikan pada hukum asal bahwa makanan tersebut bebas ulat). Ini semua dikembalikan pada tinjauan kesehatan dan manfaat. Seandainya membahayakan, maka tidak boleh dimakan.(Al Fiqh 'ala Madzâhib Al Arba'ah, Juz 2/Hal. 6)

Dalam hal ini, ulat yang dimaksud adalah ulat dalam makanan.
Adapun ulat yang berasal dari tanah, maka seandainya memang bermanfaat untuk pakan ternak, maka dalam hal ini boleh untuk dijualbelikan, karena nash yang ada hanya melarang perkara menjijikan yang tidak dapat diambil manfaatnya. Dan ini adalah khilaf di kalangan ulama, yang akan tiba penjelasannya.(lihat, Al Fiqh 'ala Madzahib Al Arba'ah, Juz 2, Bab Al Hadzr wa Al Ibahah, hal. 5-9).

Seperti jika kita ambil kasus hukum ulat sutra misalnya; dimana sebagian ulama membolehkan untuk diperjualbelikan karena menghasilkan sutera. Atau lebah, karena diambil madunya. Dan ini akan kami rinci di pembahasan selanjutnya.

Untuk pemasalahan jangkrik; tidak ada nash yang menegaskan akan status kehalalan dari jangkrik ini(boleh dimakan atau tidak). Dan tidak pula terkategori _hasyarat_ di sebagian tempat. Maka, jika kita merujuk pada Fatwa MUI, No. Nomor Kep-139/MUI/IV/2000  yang menyebutkan bahwa jangkrik terkategori sebagai keluarga belalang(www.halalmui.org);itu berarti hukum memakan jangkrik adalah mubah(boleh), dan otomatis jual belinya sah.

 Dalam hal ini, merujuk pada fatwa MUI -soal permasalahan ini- adalah lebih selamat dan dapat dipertanggungjawabkan. Wallâhu a'lam.

[23/2 17.19] ‪+62 857-2168-5945: *Pendapat 1 & 2 : Pendapat Hanafiyyah dan Syafi'iyyah. (lihat, Al Fiqh 'ala Al Madzahib Al Arba'ah, Juz 2/ hal.6 -karangan Syaikh Abdurrahman Al Juzairy)

🌱Sejarah Madzhab dalam Islam🌱

1. Madzhab Imam Abu Hanifah

- Dialah Al Imâm Abu Hanifah An Nu'man ibn Tsabit ibn Zutho, Mawla(budak) Tayyimillah Ibn Tsa'labah. Lahir di Kufah(Irak hari ini) pada tahun 80 H, dan wafat di Banghdad tahun 150 H dalam usia 70 tahun.

Beliau dikenal sebagai Ashab ar-Ra'yi, dan Faqih Ahli Iraq. Imam Ad-Dzahabi menggelarinya dalam Tadzkirah AlHuffadz, "Abu Hanifah : Al Imam Al A'dzam dan Faqih al Iraq".

Beliau mengambil fiqh dari Hammad Ibn Abi Sulayman, dan pada zamannya sahabat yang masih hidup ialah : Anas Ibn Malik, Abdullah Ibn Abi Aufa, Sahl Ibn Sa'd, dan Abu Thufayl, akan tetapi beliau tidak mengambil fiqh dari mereka.

Beliau pernah menemui Anas Ibn Malik, dan mendengar halqah ilmu dari Atha Ibn Abi Rabah, Abu Ishaq As Subay'i, Muharib Ibn Ditsar, Haytsam Ibn Habib Al Arraf, Qays Ibn Muslim, Muhammad Ibn Al Munkadir, Nafi' mawla Abdillah Ibn Umar, Hisyam Ibn Urwah, Yazid Al Faqir, Simak Ibn Harb, Alqamah Ibn Murtsid, Athiyyah Al Ufi, Abd Al aziz Ibn Rafi', Abdul Karim Abu Umayyah, dan yang lainnya.

Dan meriwayatkan ilmu darinya : Abu Yahya Al Hamaniy, Husyaim Ibn Basyir, Abbad Ibn Al Awwam, Abdullah Ibn Al Mubarak, Waki Ibn Al Jarrah, Yazid Ibn Harun, Ali Ibn Ashim, Yahya Ibn Nashr, Qadli Abu Yusuf, Muhammad Ibn Hasan As Syaibani(Guru Imam Syafi'i), Amr Ibn Muhammad, Haudah Ibn Khalifah, Abu Abdirrahman Al Muqri, Abdurrazzaq Ibn Hammam, dan lain lain.

Dari Bisyr Ibn Al Walid : Al Manshur Abu Ja'far khalifah pada masa itu mengutus seseorang kepada Abu hanifah agar ia bersedia menjadi Qadli. Akan tetapi Abu Hanifah menolak. Maka sang utusan bersumpah agar Abu Hanifah berkenan, akan tetapi Abu Hanifah pun bersumpah bahwa selamanya ia tidak berkenan. Akibat inilah akhirnya Abu Hanifah di penjara, dan wafat dalam penjara.

Abu Hanifah mengatakan : "Aku memasuki Kota Bashrah dan aku berpikir bahwa tidak akan ada satu soal pun yang tidak aku jawab. Ternyata ahli Bashrah bertanya banyak hal kepada ku tentan apa apa yang aku tidak dapat menjawab. Sejak itulah aku bertekad untuk tidak meninggalkan majelis Hammad hingga ia wafat. Aku telah menemaninya selama 18 tahun".

Ia melanjutkan, "Tidak pernah aku sholat semenjak wafatnya Hammad, kecuali aku mintakan ia ampunan bersama kedua orang tuaku. Dan aku tidak pernah lalai dalam memintakan ampunan, bagi guru guru ku maupun murid muridku."
Waki berkomentar tentang Abu Hanifah : "Belum pernah aku menemui seseorang sefaqih Abu Hanifah. Dan tidak ada orang yang sholat sebagus sholatnya".
Yahya Ibn Ayyub Az Zahid : "Dahulu Imam Abu Hanifah senantiasa berjaga(qiyamul layl) dan sedikit tidur".

Imam Abu Hanifah pun dikenal sebagai seorang tâjir(pedagang) yang sukses.

Sanad Imam Abu Hanifah dalam Fiqh :

Al Laknawi berkata : ".. Imam Abu Hanifah berpegang pada madzhab Ibrahim An Nakha'i"

Abu Ja'far Al Manshur pernah bertanya kepada Imam Abu Hanifah, "Dari mana engkau mengambil ilmu?". Abu Hanifah menjawab : "Dari Hammad Ibn Abi Sulayman, dan ia dari Ibrahim An Nakha'i, dan ia dari 'Umar Ibn Khattab, dan dari Ali Ibn Abi Thalib, dan dari Abdullah Ibn Mas'ud, dan dari Ibn Abbas.

Murid-Murid Abu Hanifah
Qadli Abu Yusuf
Lahir pada tahun 113 H, dan wafat tahun 499 H.
Abu Yusuf berkata : "Aku senantiasa menemani abu Hanifah 17 tahun. Tidak pernah kutinggalkan ia pagi dan siang, kecuali jika aku sakit".
Di antara karya beliau :
 - Kitab Al Atsar,
 - Ikhtilaf Ibn Abi Layla wa Abi Hanifah
- Ar Radd 'ala Siyari Al Awza'i
- Al Kharaj

Muhammad Ibn al Hasan as Syaibani
Lahir pada tahun 132 H di Irak Tengah, akan tetapi tumbuh besar di Kufah. Ia mendengar Hadits dari Abu Hanifah, Mis'ar, Sufyan As Tsauri, Umar Ibn Dzar, dan Malik Ibn Mighwal. Sedangkan murid-muridnya antara lain : As Syafi'i, Abu Sulayman Al Juzjani, Abu Ubayd, dan lain lain.

Beliau berkata : "Ayahku memberikan peninggalan 30 ribu dirham. Maka aku infaqkan 15 ribu untuk mempelajari Nahwu, dan 15 ribu sisanya untuk mempelajari hadits dan fiqh".

Imam Syafi'i berkata tentang beliau : "Tidak pernah aku temui orang yang paling fasih(jelas dan kuat dalam memberikan ilmu), selain Ibn Hasan As Syaibani".
Diantara karya Ibn Hasan As Syaibani, ialah :
- Al Jami As Shagir(memuat 1532 permasalahan seputar Nahwu)
- As Siyar As Shagir
- Ar Raqqiyyat (kitab yang ia tulis tatkala menjadi Qadli di wilayah Raqqah)
- Al Kasb
- Al Hujjah Al Ma'ruf bil Hujaj fi al Ihtijaj 'ala Ahli Al Madinah

Imam Zufar
Nama lengkapnya ialah Al Hudzayl Zufar Al 'Anbari Al Bashri. Lahir tahun 110 H, dan wafat tahun 158 H.
Abu Nu'aim berkomentar tentangnya : "Beliau (Zufar) seorang yang tsiqah(dipercaya) lagi amanah".

ASAS ASAS MADZHAB HANAFI

⏩ Imam Abu Hanifah berkata : "Aku mengambil hukum dari Kitabullah. Seandainya tidak aku dapatkan, aku mengambilnya dari As Sunnah. Seandainya tidak aku dapatkan, aku mengambilnya dari pendapat sahabat. Sebagiannya aku ambil, sebagiannya aku tolak. Aku tidak keluar dari ucapan mereka(para sahabat) demi memilih pendapat selain sahabat. Dan adapun jika urusan telah sampai Ibrahim An Nakha'i(maksudnya Ibrahim berpendapat pada masalah itu),  juga Sya'bi, Ibn Sirrin, Hasan Al Bashri, Atha, dan Said Ibn Al Musayyab.. Maka jika mereka berijtihad, aku pun berijtihad". (Tarikh Baghdad, 13/36)

⏩ Dikenal sebagai madzhab ahli ra'yi, yakni banyak melakukan ijtihad dalam menentukan masalah-masalah hukum.

⏩ Dalil dalil syara' bagi Abu Hanifah ada tujuh : Al Kitab, As Sunnah, Aqwâl As Shahabah, Al Ijma', Qiyas, Istihsan, dan 'Urf.

⏩ Ulama Hanafiyyah memandang bahwa Sunnah dapat menjadi penjelas bagi AlQur'an manakala membutuhkan penjelasan(dari ayat tersebut)

⏩ Ulama Hanafiyyah memisahkan antara perintah yang pasti dalam AlQur'an yang memiliki dilalah yang qath'iy(makna yang jelas dan pasti), dengan perintah bersifat pasti yang berasal dari sunnah dzanniyyah. Dan perintah dalam AlQur'an dikatakan sebagai Fardlu, sedangkan perintah dari As Sunnah dikatakan sebagai Wajib.Begitu pula dengan larangan. Jika ia berasal dari Al Qur'an, maka disebut sebagai Haram. Dan jika berasal dari sunnah Nabi dikatakan sebagai Makruh Tahrim.

⏩ Mereka memandang bahwa dalil hadits ahad yang diriwayatkan oleh orang yang tidak faqih tidak dapat mengalahkan qiyas. Dalam hal ini, lebih memilih ijtihad dalam masalah itu.

2. Madzhab Imam Malik

Dia adalah Abu Abdillah Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Amr Ibn Al Harist Ibn Ghayman Ibn Khutsayl. Dikenal sebagai "Imam Daarul Hijrah(Imam Madinah)". Dan salah seorang tabi'ut tabi'in.

Menghadiri majelis ilmu Nafi', dan Muhammad Ibn Al Munkadir, Abu Zubair, Az Zuhri, Abdullah Ibn Dinar, Abu Hazim, dan tabi'in yang lain.

Kemudian meriwayatkan darinya Yahya Al Anshari, Az Zuhri, Ibn Juraij, Yazid Ibn Abdillah, Al Awza'i, Ats Tsauri, Ibn Uyainah, Sya'bah, Al Layts Ibn Sa'ad, Ibnul Mubarak, Ibnu Ulayyah, As Syafi'i, dan Ibn Wahb.

Berkata Imam Bukhari : "Sanad yang paling shahih(terpercaya) adalah dari Malik, dari Nafi', dari Ibn Umar. (Silsilah Dzahabiyyah/Riwayat Sanad Emas).

Imam Syafi'i berkomentar tentang Imam Malik : "Seandainya tidak ada Imam Malik dan Sufyan Ibn Uyainah, maka ilmu akan hilang dari Bumi Hijaz".

Dan dari Ibn Salamah Al Khuza'i : "Dahulu Imam Malik jika ingin keluar untuk menyampaikan hadits, ia terlebih dahulu berwudlu kemudian sholat dua rokaat.Kemudian ia mengenakan pakaian terbaiknya, dan merapikan janggutnya. Maka ditanyakan kepadanya mengapa begitu, jawab beliau : "Aku melakukan ini dalam rangka memuliakan Hadits Nabi shallallahu 'alayhi wasallam".

Imam Malik mengambil ilmu dari 900 Syaikh : 300 diantaranya dari tabi'in(orang yang pernah menjumpai sahabat), dan 600 orang dari pengikut tabi'in ini(tabi'ut tabi'in).

Kota Madinah pada saat itu merupakan salah satu pusat ilmu dan pengetahuan hadits. Meriwayatkan dari Imam Malik : Abu Hanifah, Layts Ibn Sa'ad, Muhammad Ibn Hasan, Salamah Ibn Dinar, Mughurah Al Makhzumi, Abdurrahman Ibn Mahdi, Ibn Wahb, Abdullah Ibn Abdil Hakam, dan lainnya.

ASAS MADZHAB MALIK
⏩ Madzhab Malik menetapkan dalil syara' sebagai berikut : Nash Al Kitab, Dzohir Al Kitab(Lafadz Am), Dalil Al Kitab(Mafhum Mukhalafah), dan Mafhum Al Kitab(Mafhum Awlawiy), dan semisalnya. Sunnah pun dijabarkan seperti itu : Nash nya, Dzahirnya, Dalilnya, Mafhum nya, serta yang menyerupai(syabaha) nya. Kemudian mereka menggunakan Ijma, Qiyas, 'Amaliyah Ahli Madinah, Qaul Shohabi, Al Istihsan, Sadd Adz Dzara'i, dan Al Istishhab.

Di antara kutub(kitab-kitab) Imam Malik :
- Al Muwaththa
- Al Mujâlasât(yang disusun oleh muridnya, Ibn Wahb, dari fatwa fatwa Imam Malik di majelisnya).


3. Madzhab Imam Syafi'i

Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Idris Ibn Al Abbas Ibn Utsman Ibn Syafi Ibn As-Saib Ibn Ubayd Ibn Abdi Yazid Ibn Hasyim Ibn Abdil Muthallib Ibn Abdi Manaf.
Lahir pada tahun 150 H di Gaza, Palestina. dan wafat di Mesir tahun 204 H.
Tumbuh di Makkah, dan semenjak kecil telah hidup fakir. Telah hafal AlQur'an usia 7 tahun, dan berguru pada Isma'il Ibn Qusthantin(wafat 170 H), Ulama Penduduk Makkah pada saat itu. Ia juga belajar kepada Sufyan Ibn Uyainah, Muslim Ibn Khalid Az Zinji, Said Ibn Al Qaddah, Dawud Al 'Attar, dan Abdul Majid Ibn Abdil Aziz.


Imam Syafii kemudian rihlah(pergi menuntut ilmu) di usianya 13 tahun ke Madinah, dan ia telah hafal Al Muwaththa(milik Imam Malik). Imam Syafi'i bermulazamah(menemani Imam Malik dan belajar darinya) dari tahun 163 H hingga wafatnya Imam Malik tahun 179 H. Selain kepada Imam Malik, Imam Syafii pun berguru pada Ibrahim Al Anshori, Ibn Abi Fudayk, Abdullah Ibn Nafi' dan yang lainnya.


Kemudian Imam Syafi'i melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Baghdad, dan belajar pada Imam Hasan As-Syaibani(wafat tahun 184 H). Juga belajar pada Waki' Ibn Al Jarrah(wafat tahun 197 H), Abdil Wahhab Ats Tsaqafiy(wafat tahun 194 H), dan Abu Usamah Al Kufi. Ia tinggal di Baghdad beberapa lama, kemudian kembali ke negerinya Makkah, untuk memberikan pengajaran. Tahun 195 H, pergi kembali ke Baghdad -saat usianya 45 tahun-  dimana ia telah dikenal sebagai imam madzhab tersendiri. Setelah itu pulang kembali ke Makkah, dan kembali lagi ke Baghdad tahun 198 H. Sebentar saja Imam Syafi'i di Baghdad, ia memutuskan untuk pergi ke Mesir.

Di Mesir ia banyak memberikan pengajaran ilmu. Di sinilah lahir Qaul Jadid As Syafi'i.

Asas Madzhab As Syafi'i

⏩Para Ulama madzhab memiliki pandangan bahwa dalil dalil syara' ialah : Al Kitab, As Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Madzhab Syafi'i memandang bahwa jika terdapat suatu masalah tidak ditemukan nash nya secara jelas dari Al Kitab maupun As Sunnah, akan tetapi terdapat salah satu pendapat sahabat di dalamnya, maka mereka lebih memilih mengambil pendapat sahabat ketimbang mengambil qiyas. Dan jika pendapat sahabat ini merupakan bagian dari ranah ijtihad, maka ditetapkan bahwa qaul sahabat tersebut bukanlah hujjah bagi mujtahid yang lain(dipandang sebagai ijtihad, bukum hukum yang qath'iy).

⏩ Imam Syafi'i juga memandang Qiyas sebagai pandangan yang lebih lunak. Tidak bersikap keras dalam memandang Qiyas sebagaimana Imam Malik. Imam Syafi'i bahkan menjadikan qiyas selayaknya ijtihad(sehingga berpahala di sisi Allaah). Bahkan mengatakan : "Ijtihad itu adalah Qiyas".

Salah satu ucapan terkenal dari Imam Syafi'i, sebagaimana dituturkan oleh As-Subki :

 "إذا صح الحديث فهو مذهبي"

"Jika suatu hadits telah shahih, maka itulah madzhabku".(Risalah As-Subki, Hal. 85)

Di antara Ulama Ulama Madzhab Syafi'i ialah : Abu Ishaq Al Isfirayyini (w. 418 H), Abu Ishaq As-Syirozi (w. 472 H), Imamul Haromain(w. 478 H),  Al Baghowi(w. 510 H), Tajuddin As-Subki (w. 771 H), Ar Rofi'i (w. 623 H), An Nawawi dan Ibn Hajar Al-Asqalani.

4. Madzhab Imam Ahmad Ibn Hanbal

Beliau bernama lengkap Abu Abdillah Ahmas Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn Asad Ibn Idris Ibn Abdillah Ibn Hayyan.
Berasal dari daerah Marwa, akan tetapi kedua orangtuanya pindah ke Baghdad hingga ia dilahirkan di Baghdad.

Beliau lahir pada bulan Rabi' Al Awwal tahun 164 H, dan wafat di hari jum'at tanggal 12 Rabi' Al Awwal tahun 241 H.

Beliau banyak melakukan pengembaraan dalam rangka mencari hadits, diantaranya ke Makkah, Madinah, Syam, Yaman, Kuffah, Bashrah, dan Jazirah Arab yang lain.

Diantara guru-gurunya ialah Sufyan Ibn Uyainah, Ibrahim Ibn Sa'd, Yahya Al Qaththan, Husyaim, Waki', 'Abdurrazzaq dan lainnya.

Berkata Abu Mushir tentang Imam Ahmad : "Aku tidak mengetahui seseorang yang paling menjaga urusan agamanya selain pemuda dari Masyriq(Timur) ini(yakni Ahmad Ibn Hanbal)".

Diantara peristiwa yang menimpanya ialah peristiwa Mihnah(Ujian) para ulama dalam pendapat mereka soal : Apakah AlQur'an itu makhluk atau Kalamullah . Pemanggilan pertama dilakukan oleh Khalifah Al Ma'mun, tentang pendapatnya soal kemakhluqan AlQur'an. Hingga ia wafat dan digantikan oleh Al Mu'tashim, ujian tersebut masih berlaku dan pada masanya Ahmad Ibn Hanbal dipenjara selama 28 hari, karena menolak berpendapat bahwa AlQur'an adalah makhluk(tahun 220 H). Pada masa Al-Watsiq billah, Imam Ahmad akhirnya terbebas dari berbagai cobaan. Dan tatkala Al-Mutawakkil yang berkuasa, ia amat memuliakan Imam Ahmad hingga Imam Ahmad memiliki kedudukan di Kekhilafahan Al Mutawakkil, dan wafat pada masa pemerintahan beliau.

Imam Ahmad telah menyusun kitab kitab yakni Al-Musnad, At-Tarikh, An-Nasikh wal Mansukh, dan Ar Radd 'ala Az-Zanadiqah fima idda'at min mutasyabih al Qur'an, At Tafsir, Fadhail As Shohabah, Al Manasik, Az-Zuhd, Al Asyribah, Al Masail, Al Ilal wa Ar-Rijal.

Telah meriwayatkan dari Imam Ahmad : Ibn Shalih (w. 266 H), Ibn Abdillah (w. 290 H), Ahmad Al Atsram(w. 273 H), Abu Bakr Al Marwazi(w. 275 H), dan lain lain.

Ibnul Qayyim memgatakan : "Imam Ahmad adalah sosok yang kurang suka jika perkataannya yang dicatat. Ia lebih suka untuk mendokumentasikan hadits". (A'lam Al Muwaqqi'in, 1/28-29)

Asas-Asas Madzhab Hanbali

Berkata lah Ibnul Qayyim : "Fatwa fatwa Imam Ahmad dibangun atas lima landasan :
1. An Nushus. Jika ia menemukan nash, maka ia berfatwa dengan ansh tersebut, dan tidak akan berpaling pada pendapat yang lain.

2. Apa yang menjadi fatwa sahabat. Jika ia menemukan sebagian fatwa sahabat, yang ia tidak menemukan pendapat yang menyelisihi fatwa sahabat tersebut, maka ia tidak tinggalkan pendapat sahabat tersebut.

3. Jika para sahabat berselisih atas suatu masalah, maka Imam Ahmad akan memilih pendapat di antara mereka yang paling dekat dengan Al Kitab maupun Sunnah.

4. Mengambil hadits mursal dan dlaif jika tidak ada nash lain yang menolak keterangan hadits dlo'if tersebut. Hadist Dlo'if dalam pandangan beliau sebetulnya adalah bagian dari hadits shahih, dan  hasan.
Ia tidak membagi hadits menjadi shahih, hasan, atau dlo'if. Namun hanya membagi dua saja(shahih-dlo'if).

5. Menggunakan Qiyas jika memang dalam perkara yang mendesak tidak ditemukan nash yang jelas. Ia menggunakannya dalam perkara yang darurat(mendesak dan tidak ditemukan jalan yang lain dalam pengambilan hukum).

Marâji' (Referensi) :

- Al Madkhal ila Dirâsat Al Madzâhib Al Fiqhiyyah(Dr. Ali Jum'ah). Penerbit Dârussalam. Jilid 5. 1437 H/2016 M.

 Sholat Jum'at bagi Perempuan   Soal Jawab Grup WA Ngaji FIQH Assalaamu'alaikum...ustadz..mhn penjelasan trkait ikut sholat jumat...