💎🌿 Soal Jawab #42 ❄️🍂
Soal :
Ustadz.. Bagaimana pandangan Islam tentang Musik?
Jawab :
Pertanyaan ini banyak diajukan kepada kami. Ini membuktikan bahwa semangat ummat Islam untuk belajar dien, dan mengamalkan nya akhir akhir ini semakin meningkat, alhamdulillaah..
Sebelum masuk pada pembahasan, kami ingin katakan bahwa antara nyanyian dan musik memiliki fakta yang berbeda; oleh karena nya dihukumi dengan berbeda. Di bahasan kali ini, yang akan kami bahas pertama kali ialah hukum nyanyian.
🍂 Hukum Nyanyian
Nyanyian( al ghinaa' ) adalah madd as-shout bil kalaam, yakni meninggikan dan mendendangkan suara dengan ucapan, dimana hal ini dilakukan tanpa musik/instrumen pengiring. (lihat, Lisaan al ‘Arab, 1/220). Nyanyian ini di masyarakat kita jenisnya seperti nasyid acapella, yang dinyanyikan tanpa musik pengiring.
Semua ulama Islam sepakat, nyanyian seperti ini haram jika :
1). Liriknya mengandung kemaksiatan(mesum), atau nyanyian tersebut di iringi dengan kemungkaran; semisal goyang dangdut, campur baur pria wanita, dll.
2). Dikhawatirkan muncul fitnah, seperti menimbulkan syahwat pada perempuan.
3). Jika mengakibatkan lalainya ia dari melaksanakan kewajiban, baik kewajiban agama maupun urusan duniawi(mencari nafkah, mengatur rumah tangga bagi seorang ibu), dll.
Maka jika ada point point tersebut, maka nyanyian ini haram. (lihat: Al Gazali, Ihya Ulumiddin 2/269; Ibn Qudamah, Al Mughni 9/175)
Adapun jika sekedar untuk hiburan, dan membuat rileks, maka para ulama berselisih akan hal ini.
*a). Mengharamkan secara mutlak.*
Diantaranya ialah Ibn Mas’ud, diikuti Ulama Ahli Iraq, seperti : Ibrahim An Nakha’i, Sufyan Ats-Tsauri, Hammad Ibn Sulayman, Hassan Al Bashri, dan sebagian pengikut madzhab Hanbali.(Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 91/4)
Dalil mengapa mereka mengharamkan ialah :
- Surat Luqman ayat 6 :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِل عَنْ سَبِيل اللَّهِ
“Dan diantara manusia ada yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan manusia dari jalan Allaah..” (QS. Luqman 31 : 6)
Ibn Abbas mengatakan : “Lahwul hadits(ucapan kosong) adalah nyanyian”(Al Mawsu’ah,91/4)
- Hadits dari Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu ‘alayhi wasallam :
نَهَى عَنْ بَيْعِ الْمُغَنِّيَاتِ، وَعَنْ شِرَائِهِنَّ، وَعَنْ كَسْبِهِنَّ، وَعَنْ أَكْل أَثْمَانِهِنَّ
“Melarang jual beli alat musik, pemanfaatannya, dan memakan harganya(mengambil untung darinya)” (HR. Ahmad, Ibn Majah)
*b).Memakruhkan(memandang hal tersebut tidak baik, tapi tidak mengharamkan)*
Diantaranya adalah ulama madzhab Syafi’I, ulama madzhab Maliki, dan sebagian ulama madzhab hanbali. Apalagi jika dinyanyikan oleh perempuan ajnabiyyah(bukan mahram), maka hal tersebut sangat tidak disukai. Bahkan Imam Ahmad mengatakan : “Saya tidak memandang baik sebuah nyanyian, karena nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati” (Hasyiyah Ad-Dassuqi, 4/166)
*c). Membolehkan secara mutlak.*
Diantaranya Abdullah Ibn Ja’far, Ibn Zubair, Mughirah Ibn Syu’bah, Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan, Atha Ibn Abi Rabah, dan Al Ghazali, juga Ibn Hazm dari madzhab dzohiri.
Bahkan Ibn Hazm mengatakan :
كل ما روي فيها باطل و موضوع
“Apa apa yang diriwayatkan tentang masalah haramnya musik ini, adalah salah dan penuh kepalsuan” (Al Muhalla, 9/60)
Dalil mereka antara lain :
- Hadits diriwayatkan dari ‘Aisyah :
أَنَّهَا زَفَّتِ امْرَأَةً إِلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ، فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا عَائِشَةُ، مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ؟ فَإِنَّ الأَنْصَارَ يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ
"bahwasanya Ibunda ‘Aisyah mengiringi perempuan untuk masuk ke kamar pengantin seorang laki laki anshar, maka berkatalah Nabi shallallaahu ‘alayhi wasallam : Duhai ‘Aisyah, tidak adakah hiburan nyanyian? Sesungguhnya kaum Anshar sangat menyukai hiburan” (HR. Bukhari 5/1980)
- Hadits tentang dua orang budak yang bernyanyi di hadapan Nabi saat Idul Adha, kemudian Abu Bakar merasa risih. Nabi berkata :
دعهما يا أبا بكر, فإنها أيام عيد
"Biarkan mereka wahai Abu Bakr.. Sesungguhnya hari ini adalah hari ‘Ied” (Muttafaq ‘Alayh)
Dan hadits hadits lain yang serupa.
Sedangkan hujjah yang diriwayatkan dari sahabat, ialah yang diriwayatkan oleh Zaid Ibn Aslam, dari bapaknya :
سمع عمر رجلا يتغنى بفلاة من الأرض فقال : الغناء من زاد الراكب
“Umar mendengar seorang laki laki bernyanyi di padang gurun, dan ia berkata : ‘Nyanyian merupakan suplemen bagi para pengembara” (Al Bayhaqi, Sunan Al-Kubra, 5/68)
Menimbang dari ketiga pendapat ini, yang lebih selamat adalah mengikuti pendapat yang memakruhkan. Dalil antara yang membolehkan dan melarang sama sama dapat diterima, sehingga hal ini berfaidah kepada kemakruhan. Akan kita kupas lagi di pembahasan selanjutnya, In Syaa Allaah. Wallaahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar