Oleh : Abdullah
Namaku farhan. Aku memiliki sahabat bernama faris. Kami sangat akrab, di sekolah kami duduk bersama. Kami bersekolah di SD Pelita Jaya. Jika salah satu ibu kami tidak datang menjemput, ibu faris atau ibuku pasti akan mengantar kami berdua. Intinya, kami tak dapat dipisahkan.
Hari berganti hari, kami akhirnya selesai pendidikan SD, masuk SMP. Kami yang memang bercita cita masuk SMP favorit akhirnya sama sama diterima di SMP Negeri 1. Aku dan faris lagi lagi duduk bersama. Di sini lah kami mulai mencoba hal hal baru. Ikut ekskul, organisasi olah raga, juga mulai menyenangi musik. Aku tidak menyangka bahwa faris punya minat yang sama. Akhirnya kita sepakat untuk ikut kursus musik; aku kursus drum sedangkan faris kursus gitar. Akhirnya kita sama sama punya skill dalam musik dan besepakat membentuk band sekolah.
Lewat band sekolah inilah akhirnya aku pun berkenalan dengan banyak perempuan. Aku pikir inilah kesempatan ku untuk tampil eksis, terutama di depan anak anak perempuan di sekolahku. Faris punya kegilaan yang sama. Hampir setiap bulan kami gonta ganti pacar, karena rata rata anak perempuan suka dengan anak band. Mungkin dalam bayangan mereka anak band itu cool. Karena itulah, lewat band yang semakin melejit, aku pun digemari banyak perempuan.
Ternyata aktivitas band dan gaul bebas ini membuatku dan faris lalai dengan pelajaran. Berkali kali kami dipanggil wali kelas kami karena nilai nilai kami yang selalu anjlok. Orang tua ku dan orang tua faris berkali kali mengingatkan akan nasib kami di sekolah, apalagi menjelang ujian. Aku dikursuskan bersama faris. Meski pun akhirnya nilai ujian nasional kami anjlok.
Mau tidak mau, aku dan faris akhirnya masuk ke SMA dengan reputasi paling buruk. Kami masuk STM Karya Jati; sekolah yang terkenal dengan tawurannya dan punya musuh bebuyutan, STM Aksioma. Aku dan faris disini semakin berandal. Selain musik yang memang sudah kami senangi sejak SMP, aku dan faris ikut juga balapan motor dan tawuran pelajar.
Orang tua ku menangis tersedu sedu, melihat anaknya hancur gara gara motor dan tawuran. Orang tuaku berkali kali harus menjemputku di kantor kepolisian gara gara anaknya terlibat kasus tawuran.
Hari demi hari aku dan faris hanya memikirkan bagaimana caranya bisa menghajar anak anak aksioma. Kami tidak pernah kapok berurusan dengan polisi.
Hingga suatu ketika, faris berkata padaku, dimana hari itu aku sangat kaget. “Han, aku lelah begini terus..” Aku bilang padanya,”Kamu lelah kenapa ris?”. “aku lelah jika harus berurusan dengan polisi dan menyusahkan orang tua ku..”.
“Jadi, mau mu apa?”. Faris bilang ia mau berubah, dan tak mau terlibat tawuran lagi. Sejak saat itu kami jarang bersama lagi, kecuali saat saat latihan musik bersama.
Waktu silih berganti aku melihat perubahan pada diri faris. Dulu dimana ia selalu menghindar jika ada kegiatan sekolah di masjid, mendadak ia jadi panitia kegiatan masjid sekolah.
Ya, sekarang dia aktif di rohis. Kulihat faris berubah 180 derajat. Pakaiannya sekarang selalu rapi, wangi. Kulihat ia tidak pernah absen sholat dhuha dan sholat berjamaah di sekolah.
Prestasinya pun lambat laun membaik. Dulu faris selalu anjlok dan tak pernah masuk rangking, tiba tiba faris malah mendapat peringkat tiga besar di kelas. Bahkan, ku dengar ia sampai akan mewakili sekolah untuk ikut olimpiade matematika tingkat kota.
Sikap dan prestasinya yang berubah membuatku mulai tidak suka padanya. Terlebih, orang tuaku selalu membandingkan ku dengan faris, membuat aku selalu melampiaskannya pada balapan motor dan minuman keras.
Hal yang sebetulnya membuat ku sangat tidak suka dengan faris adalah, keaktifannya serta keakrabannya dengan anak anak STM Aksioma. Saat kutanya kenapa ia menjalin persahabatan dengan anak anak rohis aksioma ia selalu menjawab dengan diplomatis. Ia bilang, ia tidak ada urusan dengan tawuran antar dua sekolah ini dan ia menganggap anak STM Aksioma adalah saudaranya seiman. Cih, membuatku jadi amat jengkel dengan faris. Dulu ia yang menjadi sahabat dekatku, dan selalu menemaniku, kini yang kukenal adalah faris yang berbeda. Semenjak itulah aku dan faris tidak pernah mengobrol kembali.
Hingga suatu ketika, aku mendapat kabar bahwa faris dibawa ke rumah sakit. Kabarnya ia dipukuli oleh anak anak Aksioma saat pulang kegiatan baksos dengan anak anak rohis mereka.
Mendengar kabar itu, sebagai mantan sahabatnya aku pun menjenguk ia ke rumah sakit sambil membawa sekantung jeruk.
Kulihat ia berbaring di rumah sakit, dengan perban di kepala dan tangannya. Saat ia melihat kedatangan ku ke ruang kamarnya, ia berusaha untuk duduk. Aku bantu ia duduk bersandar dengan bantal.
Faris menyuruhku duduk, “duduklah han”. Aku hanya menuruti kata katanya saja.
Sambil mengupas kulit jeruk, aku mulai pembicaraanku dengan faris. “kenapa kau tidak melawan mereka(anak anak Aksioma)?”tanyaku.
Faris hanya menghela nafas, kemudian menjawab,”aku sudah berusaha mekawan mereka. Tapi jumlah mereka ada banyak. Aku kewalahan seorang diri” katanya sambil tersenyum dengan tenang. Aku benar benar melihat faris yang berbeda.
“Kenapa tidak, kita balas perbuatan mereka pada mu. Ini tidak bisa dibiarkan!” kataku dengan sedikit nada keras.
Faris sekilas menatapku, dalam. Kemudian tiba tiba faris bertanya padaku. “maukah engkau, mendengar satu cerita dariku?” tanya faris tiba tiba.
Sambil menatapnya keheranan, aku bilang “cerita apa?”
Faris melanjutkan kata katanya. “suatu ketika ada seorang pemuda berjalan di suatu tempat. Tiba tiba kepalanya terkena lemparan batu seorang anak nakal. Pemuda ini sontan marah, dan mengejar anak nakal itu. Tapi karena anak nakal itu berlari cepat, akhirnya pemuda tadi gagal menangkapnya. Si pemuda akhirnya memutuskan untuk menunggu dari balik semak semak, kemunculan anak nakal tadi. Ia pikir, bisa jadi anak nakal tadi melakukan perbuatannya yang sama.
Benarlah ia. Ketika itu lewat seorang bapak tua dengan ekspresi seperti kebingungan. Bapak tua itu mengalami kejadian yang sama persis dengan si pemuda. Ia dilempari batu oleh si anak nakal dan tepat d kepalanya. Namun si bapak ini bukannya malah mengejar si anak nakal, ia malah melanjutkan perjalanannya.” Cerita faris panjang lebar.
Aku tidak mengerti maksud faris bercerita tentang hal ini. Kemudian ia melanjutkan,” Sang pemuda tadi akhirnya mengejar bapak tua itu. Kemudian pemuda itu bertanya,”pak, kenapa bapak biarkan anak nakal itu melempari bapak batu?”. Tanya si pemuda. Bapak itu kemudian menjawab dengan suara berat. “nak, dirumahku sekarang istriku sedang menunggui anakku yang sakit parah. Dari tadi aku pergi kesana kemari mencari bantuan. Anakku sakit parah, dan aku tidak punya biaya untuk berobat. Apa yang dialami olehku tadi, tidak seberat apa yang dialami anakku sekarang yang sedang kritis. Ia butuh bantuan. Aku tak sempat memikirkan anak nakal itu!” kata faris yang kemudian kulihat sedikit merundukkan pandangannya.
Ia kemudian melanjutkan kata katanya, “ Saudara saudara kita di Rohingya dan Suriah, mereka sedang dalam keadaan kondisi darurat. Laki laki mereka dibantai, perempuan perempuan mereka diperkosa, dan sebagian penduduk mereka harus terlantung lantung di lautan akibat kedzaliman penguasa disana.” ucap faris dengan mata berkaca kaca. Aku mulai mengerti ucapannya.
Faris melanjutkan, “Apa yang aku alami ini, tidak sebanding dengan apa yang dialami saudara sudaraku disana. Mereka menjerit meminta bantuan. Dan tidak ada yang peduli pada mereka, meski anak anak mereka ketakutan sejadi jadinya, ditinggalkan kedua orang tua mereka.” .kulihat ia meneteskan air matanya.
“Anak anak aksioma itu tidak pantas mendapat perhatianmu, han. Keluargamu, orang tuamu, dan saudara saudara kita diluar sana lebih membutuhkannya”. ucap faris kemudian.
Aku dari tadi hanya diam membisu; membayangkan betapa bodohnya aku selama ini, melupakan keluargaku dan orangtuaku, serta saudara saudaraku diluar sana. Air mataku pun mulai menetes.
Adzan maghrib kemudian berkumandang. Faris mengajakku untuk sholat berjamaah. Ia mengubah posisi duduknya agar ia bisa bertayammum. Tangannya kemudian mulai menyentuh dinding, sementara kata-katanya tadi telah menyentuh hatiku yang paling dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar