Soal :
Ustadz Rivaldy.. bagaimana Islam memandang masalah selfie wanita... mohon penjelasannya, jazaakallaah..
Jawab :
Sebagian kalangan mungkin memandang bahwa selfie bagi wanita boleh, karena tiadanya dalil yang secara eksplisit menunjukkan akan keharamannya.
Pandangan ini kurang tepat, karena sesungguhnya Syari’at telah mengatur soal batasan aurat wanita, dan selfie ini terkait dengan hal ini.
Kita telah memahami bahwa seorang wanita tidak boleh selfie/berfoto dengan memperlihatkan rambutnya, atau lekuk tubuhnya karena bagian tersebut terkategori sebagai aurat bagi wanita. Tentu dengan pengecualian jika itu untuk keperluan pribadi, dan diperlihatkan misalnya hanya bagi mereka yang boleh melihat(suami, sesama wanita, mahram wanita tersebut).
Menjadi pertanyaan ialah, bagaimana dengan selfie yang hanya memperlihatkan wajah, dimana kita tahu sebagian kalangan menganggap bahwa wajah wanita bukan aurat?
Jawabannya kembali pada pendapat mujtahid siapa yang ia ambil. Jika seorang wanita mengambil pendapat madzhab Hanbali, maka haram bagi ia menampakkan wajah dalam selfie-nya. Karena, madzhab Hanbali dalam hal ini menetapkan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, termasuk di dalamnya wajah. Otomatis tidak boleh ber selfie menampakkan wajah.
Imam Ahmad Ibn Hanbal berkata :
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Zaadul Masiir, 6/31)
Meski kami tidak mengambil pendapat madzhab Hanbali, namun kami memandang bahwa selfie nya wanita dengan menampakkan wajah dapat menjadi haram.
Bahkan bukan hanya foto selfie, foto foto model apapun(berkesendirian maupun dengan banyak orang), bagi wanita dapat dihukumi haram jika menampakkan wajah (karena hal itu akan menimbulkan fitnah besar bagi laki laki).
Hukum asalnya, seandainya seorang wanita keluar rumah dengan menampakkan wajahnya, kemudian menimbulkan fitnah(pandangan liar dari laki laki); wajib baginya menutup wajah.
Ibn Qasim Al Abadi, ulama madzhab Syafi’I berkata :
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
Sedangkan ulama madzhab Hanafi, seperti Imam Ibnu Abidin berpendapat :
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
Pun juga ulama madzhab Maliki, hampir memiliki pandangan yang sama. Imam Al Hathab berkata :
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jalil, 499)
Itulah mengapa, perempuan terlarang menampakkan wajahnya jika menimbulkan fitnah. Dan termasuk diantaranya melalui foto.
Dalil – dalilnya setidaknya dapat kita pahami dari nash-nash berikut.
1). Hadits Al Fadhl. Dari Ibn Abbas r.anhuma, ia berkata :
كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ، فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَ
“Suatu saat Al Fadhl Ibn ‘Abbas berboncengan dengan Rasulullaah. Maka datanglah seorang perempuan dari Khots’am meminta fatwa kepada Rasulullaah. Al Fadhl saat itu memandang kepada perempuan itu lekat lekat begitu pun sang perempuan; maka Rasulullaah saat itu segera memalingkan wajah Al Fadhl ke arah yang lain”. (HR. Malik No. 97)
Hadits ini jelas menunjukkan bagaimana Rasulullaah mencegah munculnya fitnah, dengan memalingkan wajah Al Fadhl. Tindakan Rasul ini terkategori nahyi munkar(mencegah kemungkaran) selaras dengan sabda baginda :
“Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya(diingkari). Karena hal itu selemah lemahnya iman” (HR. Muslim No. 78)
Maukah kita meneladani Nabi, dengan mencegah agar laki laki tidak memandang wajah wanita yang tidak halal baginya?
2). Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wasallam melarang seorang istri menceritakan kecantikan perempuan lain pada suaminya. Dari Abdullah Ibn Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, Rasul shallallaahu ‘alayhi wasallam bersabda :
لاَ تُبَاشِرِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا
“Janganlah seorang wanita berteman dengan wanita lainnya, lalu ia mengabarkan sifat-sifat teman wanitanya itu kepada suaminya, hingga seakan-akan suaminya melihat langsung kepada wanita tersebut.” (Muttafaq ‘Alayh)
Digambarkan secara lisan saja tidak boleh, bagaimana jika kecantikan seorang wanita ditampakkan melalui foto selfie?tentu ini lebih berbahaya. Dan fitnahnya lebih besar dan luas bagi laki laki.
Apalagi jika perempuan yang memajang foto itu telah bersuami. Tidakkah sampai berita kepada kita, tentang banyaknya kasus perselingkuhan lewat medsos akibat pajangan foto? Kepada anda para suami, tidakkah anda memikirkan potensi bahaya ini?
3). Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wasallam melarang seorang wanita bekerja dengan memanfaatkan kecantikannya. Berkata Rifa’ah Ibn Rafi di depan majelis Anshar :
نَهَانَا عَنْ كَسْبِ الْأَمَةِ إِلَّا مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا، وَقَالَ هَكَذَا بِأُصْبُعِهِ نَحْوَ الْغَزْلِ، وَالْخُبْزِ، وَالنَّفْشِ
“Nabi SAW telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau menenun.” (HR. Hakim No. 2279, hadits shahih)
Islam melarang perempuan bekerja memanfaatkan kecantikan atau kemolekan tubuhnya. Yang diperbolehkan hanyalah apa yang dikerjakan oleh tangannya(bukan sisi feminitasnya), sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Taqiyuddin dalam kitabnya Nidzamul Ijtima'i.
Inilah bukti pencegahan Islam terkait fitnah yang ditimbulkan dari kecantikan wanita. Kecantikan wanita BUKAN UNTUK KONSUMSI PUBLIK, melainkan itu hanya bagi mereka yang berhak, khususnya bagi suaminya.
Karena itu lah, tidak diperkenankan seorang wanita menampilkan wajahnya dengan selfie/foto model apa pun, apalagi jika ia sudah bersuami. Lebih lebih jika ia juga memiliki wajah yang cantik. Wallaahu a’lam.